5. Politisi Lurus nan Gigih
Pekalongan menjadi pusat perhimpunan kaum pribumi yang bertekad melawan dominasi politik penjajah, sebagai bagian dari upaya mencapai kemerdekaan bangsa. Dengan latar belakang pekembangan dan dinamika ekonomi-politik seperti itu, Abdulhadi dibesarkan. Background tersebut ternyata cukup melekat kuat dalam sanubarinya.
Wajar bila kemudian dalam kiprahnya, Abdulhadi cukup mendalami persoalan ekonomi dan politik secara sinergis. Kedua sisi yang sering tidak sejalan ini ternyata mampu dikelola dengan baik serta diimplementasikan secara tepat dalam konteks Muhammadiyah maupun dalam konteks kenegaraan. Tidak heran jika dia selain dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah, dia juga dikenal sebagai tokoh Partai Masyumi di Surabaya. Bahkan tercatat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah (sekarang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Surabaya.
(Baca juga: 5 Cerita Kedekatan Bung Karno-Mas Mansur dan Pemakubumi Islam Berkemajuan di Jember, serta Penebar Visi Islam Berkemajuan di Madura)
Fenomena lainnya terkait peran ketokohan Abdulhadi sebagai politisi adalah gagasannya agar Muhammadiyah terlibat secara aktif dalam kancah politik. Gagasan tersebut ternyata sempat dilontarkan dalam forum Muktamar 1953. Menurut Nurhasan Zain yang juga karibnya, pendapat itu dilatarbelakangi oleh keinginan Abdulhadi agar Muhammadiyah dapat lebih mudah mencapai tujuannya.
(Baca: Ternyata, Ada 4 Tokoh Muhammadiyah Jatim yang Diabadikan sebagai Nama Rumah Sakit Pemerintah dan baca juga 3 Tokoh Muhammadiyah Jatim yang Diabadikan sebagai Nama Rumah Sakit Pemerintah)
“Sekarang sudah zamannya bersepak bola dengan memakai sepatu. Kalau Muhammadiyah bermain bola masih cekeran (tidak bersepatu), maka kaki kita akan diinjak-injak oleh mereka yang bermain bola dengan bersepatu,” kata Abdulhadi seperti ditirukan oleh Nurhasan.
selanjutnya halaman 07…