PWMU.CO – Tuntas sudah prosesi haji. Tinggal satu amalan yang harus dilakukan, yaitu tawaf wada. Tawaf perpisahan itu baru akan dilakukan jamaah haji sesaat sebelum meninggalkan Mekah.
Tapi, para jamaah haji diingatkan, agar mereka tidak lupa membawa “ihram”-nya saat pulang ke kampung halaman.
Penulis buku “Berhaji kepada Allah” Ustadz Abdul Aziz yang dihubungi di Surabaya, Selasa (5/9) sore waktu Arab Saudi mengingatkan, meski pakaian ihram sudah tak lagi dikenakan begitu jamaah haji bertahallul, tapi semangat ihram— menjaga ke-ihram-annya—yaitu menjaga kesucian pakaian lahiriyah yang menutupi aurat dan kesucian pakaian batiniyah yang menyelimuti hati sampai dia menggunakan kain kafan “ihram” yang sesungguhnya kelak.
Menurutnya, ucapan, sikap, dan perilaku yang selalu dalam ketaatan kepada Allah hendaknya tetap dipertahankan dalam kehidupan sehari-hari di tanah air.
Saat berpakaian ihram, jamaah haji dan umrah dilarang melakukan beberapa perbuatan yang sebenarnya halal dilakukan di luar ihram. Seperti mencukur rambut, menggunting kuku dan memotong bulu badan, berburu binatang buruan, memakai wangi-wangian dan alat kosmetik lainnya, memakai pakain berjahit dan penutup kepala bagi laki-laki, cadar dan sarung tangan bagi perempuan, meminang, menikah dan menikahkan, bercumbu dan menggauli istri/suami.
Semangat ketaatan pada aturan Allah, kata Aziz, itulah yang harus dipertahankan oleh jamaah haji. “Terhadap larangan yang halal saja kita patuh, maka seharusnya pada hal-hal yang jelas-jelas dilarang Allah, kita pun menaatinya. Itulah semangat ihram,” jelasnya.
Pelatih manasik untuk meraih spiritualitas haji dan umrah itu mengingatkan bahwa larangan rafats (membangkitkan syahwat), fusuk (maksiat), dan jidal (berbantah-bantahan) saat berihram juga harus dipertahankan meski sudah tak lagi berpakain ihram.
Selain itu, kata Aziz, sikap memandang sederajat sesama manusia juga hendaknya dipertahankan. “Bukankah dengan dua kain putih ihram, semua manusia sama derajatnya di hadapan Allah. Jenderal dan prajurit berderajat sama. Bos dan karyawan tak penting lagi ditonjolkan,” paparnya.
Menurut Aziz, ihram adalah pakaian kehidupan sehari-hari, yang mencerminkan ketakwaan. “Bersih pakaian, bersih jasad, bersih hati, dan bersih pula tauhid. Ihram adalah syarat untuk menghadap Allah,” ungkap pria kelahiran Flores Timur itu, sambil mengutip surat Asy-Syuara ayat 88-89, “(Yaitu) di hari harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
Selamat Pak dan Bu Haji! Semoga mabrur, bisa mempertahankan ihram saat kembali di tanah air. Jadi, bukan sekadar membawa pulang dua lembar kain ihram. (Mohammad Nurfatoni).