PWMU.CO – Keluarga besar Muhammadiyah Jawa Timur baru saja berkabung, seiring dengan kewafatan Moeslimin, BBA dalam usia 80 tahun, Ahad (6/7). Sebagai tokoh yang berkecimpung di Muhammadiyah sejak anak-anak dengan bergabung di Hizbul Wathan, banyak kenangan.
Salah satunya adalah sebagaimana yang dituturkan oleh Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Nur Cholis Huda MSi. Alkisah, pada 24-30 Juni 1978, Surabaya menjadi tuan rumah Muktamar ke-40 Muhammadiyah. Pembukaannya sendiri diselenggarakan di Stadion Gelora 10 November, Tambaksari.
Dalam pidato di pembukaan muktamar, Ketua (Umum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, AR Fakhruddin — biasa dipanggil Pak AR — memberikan himbauan yang tidak biasa dalam menyukseskan acara yang kini rutin diselenggarakan 5 tahunan ini.
(Baca juga: Bendera Hizbul Wathan Antar Kepergian Moeslimin BBA, Tokoh Jatim yang Wafat di Usia 80 Tahun)
Pak AR ternyata tak hanya memberi himbauan kepada warga Muhammadiyah yang sedang berjubel di stadion yang akrab dengan klub Persebaya ini. Tapi Pak AR juga menyerukan pesan kepada para pencopet, kejahatan yang sedang “tren” pada masa itu.
“Kepada para pencopet, mohon juga ikut menyukseskan muktamar Muhammadiyah kali ini. Caranya mudah. Yaitu jangan mencopet para peserta maupun penggembira muktamar yang datang ke Surabaya,” begitu himbauan Pak AR.
Bagi Nur Cholis Huda, himbauan pak AR ini memang tak biasa. Dia pun menoleh kepada almarhum Moeslimin yang duduk di dekatnya menanyakan himbauan itu.
(Baca juga: Ini Pesan Pak AR: Cara Menasehati Istri dan Anak dan 5 Pesan Pak AR untuk Suami-Istri agar Rumah Tangga Bahagia)
“Insyaallah akan aman. Tidak akan ada peserta yang kecopetan,” begitu jawab alm Moeslimin dengan tegas seakan menjamin. Dalam pembukaan itu sendiri, berbagai acara ikut memeriahkan, seperti pawai ta’aruf, kesenian Reog Ponorogo, penampilan Drum Band pelajar Muhammadiyah Surabaya, dan lain sebagainya.
Hingga acara Muktamar usai, ternyata tidak ada laporan peserta atau penggembira Muktamar yang kecopetan. Dalam kesempatan pertemuan, terjadilah dialog antara Moeslimin dan Nur Cholis Huda tentang ketiadaan laporan kecopetan ini.
“Ternyata selama muktamar tidak ada pengunjung yang kecopetan. Pak Moeslimin sudah menemui “raja” copet untuk menyukseskan acara muktamar ini, ya?” tanya Noer Cholis Huda kepada Moeslimin.
“Hahahaha…..” sebuah tawa dengan ragam tafsir menjadi jawaban Moeslimin terhadap pertanyaan “Raja Copet” itu. Apa makna dari tawa itu? Hingga akhir hayat, Moeslimin memang tidak pernah bercerita tentang bagaimana “menjamin” nihil copet selama muktamar.
(Baca juga: 4 Pesan Pak AR untuk Calon Pengantin)
Apapun itu, almarhum Moeslimin memang “tokoh” pada zamannya. Ketika sedang panas-panasnya hubungan umat Islam (khususnya Muhammadiyah) dan Partai Komunis Indonesia (PKI), –atas izin tokoh Muhammadiyah yang kemudian hari menjadi Ketua PWM Jatim 1966-1969, Oesman Muttaqin–, Moeslimin melakukan infliltrasi ke SOBSI (Serikat Buruhnya PKI) untuk menghadang laju PKI.
Pergolakan politik nasional mendorong Moeslimin untuk mengambil posisi di kegiatan politik praktis. Dalam dunia ini, kemampuannya ditunjang oleh profesinya sebagai guru di berbagai sekolah sekaligus wartawan.
Tercatat sebagai guru PGA-L Mujahidin (1961-1972), SMK Muhammadiyah Kapasan (1972-1974), SD Tarbiyatul Aitam, STM 45, dan guru Bahasa Inggris di pabrik mobil PT. UDATIN (1972-1974), dia juga tercatat sebagai wartawan di Suara Rakyat.
(Baca juga: Mengkafirkan dan Mencaci Pelaku Bid’ah Bukanlah Ajaran Muhammadiyah. Begini Tutur Pak AR)
Lewat Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) yang kemudian berfusi ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Moeslimin menjadi wakil rakyat di DPRD Surabaya selama 3 periode (1982 – 1997), dan DPRD Tingkat I Jawa Timur (1997 – 1999).
Di Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan (HW), organisasi yang menempanya sejak dalam usia anak-anak, aktivitas terakhir almarhum Moeslimin adalah salah satu Ketua Kwartir Pusat periode 2011-2021. Selain itu dia juga menjabat sebagai Penasehat Kwarwil HW Jatim 2010-2020, yang sebelumnya (2005-2010) menjadi Wakil Ketua Kwartir. (iqbal-abqaraya)