PWMU.CO – Berita tentang 80 ribu anak di bawah usia 10 tahun yang terpapar perjudian online mengguncang Indonesia. Angka ini bukan sekadar statistik; ini adalah potret kegagalan kita sebagai masyarakat. Ini bukan sekadar masalah orang tua, sekolah, atau pemerintah. Ini adalah masalah bersama, sebuah tanggung jawab kolektif yang harus mendesak ditangani.
Data di atas mengingatkan kembali tentang anak kecanduan game online di Jember yang disekap oleh ayahnya di kandang ayam dengan kondisi tanpa busana dan ujung jempolnya diikat. Game online memang ada yang bermuatan perjudian, dan pornografi.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahkan pernah merilis game online yang berbahaya bagi perkembangan anak. Delapan game online yang dimaksud yaitu Counter Strike, Lost Saga, Point Blank, World of Warcraft, Call of Duty, RF Online, AION, dan Gunbound. Selain kekerasan, game online ini juga dinilai mengandung unsur pornografi dan perjudian yang bisa berpengaruh pada pertumbuhan anak.
Pada zaman yang serba digital ini, akses informasi dan teknologi memang tanpa batas. Anak-anak bermain dan belajar dalam dunia maya yang penuh jebakan berbahaya. Judi online, yang sering kali disamarkan dalam bentuk permainan, merambah ke dalam kehidupan mereka tanpa disadari.
Bagaimana bandar judi online menjerat anak-anak? Mereka memang pandai menawarkannya. Seorang streamer game online, Toni – bukan nama sebenarnya – kepada BBC News pernah mengaku diajak mempromosikan judi slot lewat streaming.
“Tugas saya cuma mengekspresikan dengan senang lalu bilang ‘gacor.. gacor.. berapapun pasti cair.. cair cepat.. jackpot..'” “Jadi mereka pengen penonton saya percaya kalau itu [situs judi slot] beneran donasi.”
Dari streamer gim inilah perjudian salah satunya dikenal oleh anak-anak. Psikolog keluarga Vera Itabiliana Hadiwidjojo kepada Kumparan.com, menekankan bahwa kurangnya pengawasan orang tua dan kemampuan anak-anak dalam mengakses aplikasi yang tidak sesuai usia menjadi faktor utama masalah ini.
Orang tua sering kali tidak menyadari bahwa anak-anak mereka terlibat dalam aktivitas yang berisiko. Namun, ini bukan saatnya mencari siapa yang bersalah. Ini saatnya bergerak bersama untuk mencari solusi.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Hadi Tjahjanto menyatakan pemerintah mengambil tindakan tegas. Namun, langkah-langkah ini tidak bisa hanya bersifat reaktif; kita membutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif dan preventif.
Edukasi adalah kunci. Edukasi tidak hanya bagi anak-anak, tetapi juga bagi orang tua dan guru. Kita perlu memastikan bahwa semua pihak memahami bahaya judi online dan cara menghindarinya.
Program pendidikan tentang literasi digital dan etika online harus diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah sejak dini. Anak-anak perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan untuk mengenali dan menghindari jebakan digital.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Dalam praktiknya, dan sering dijalankan secara informal, tanggung jawab mendidik tidak hanya di pundak seorang guru. Setiap individu warga berperan untuk membekali anak-anak Indonesia dengan pembelajaran berkualitas sehingga mereka bisa memperbaiki kehidupannya kelak, juga bisa bersaing di tingkat global.
Guru yang juga sering dikaitkan dengan akronim “digugu lan ditiru” bukan hanya bertanggung jawab mengajar mata pelajaran yang menjadi tugasnya, melainkan lebih dari itu juga mendidik moral, etika, integritas, dan karakter.
Dalam hal pendidikan moral dan karakter, tentu semua orang, meskipun bukan berprofesi sebagai guru, bisa berkontribusi atau menjadi teladan yang baik bagi lingkungannya. Ia bisa membagikan nilai-nilai penting dalam mengembangkan karakter anak didik, dan bahkan ini bisa melengkapi pembelajaran yang kadang tidak diberikan dalam sekolah formal.
Seiring kebijakan Merdeka Belajar, di mana siswa diberikan kesempatan belajar secara bebas dan nyaman, gembira tanpa stres dan tekanan dengan memperhatikan bakat alami dan potensi yang mereka punyai, maka konsep ‘semua adalah guru’ menjadi sangat relevan dengan kondisi kekinian.
Selaras filosofi Ki Hajar Dewantara, pendidik dan pendiri Taman Siswa, bahwa “Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah”, maka murid diberi kebebasan untuk belajar dari sumber yang beragam, dari guru, teman-teman, orang tua, buku, internet, dan sebagainya.
Juga bisa belajar di manapun, terutama dari rumah yang menjadi kunci pendidikan karakter. Penguatan regulasi dan penegakan hukum sangat penting. Pemerintah harus secara konsisten memblokade dan menindak platform yang menampilkan iklan judi online.
Kita perlu bergandeng tangan, dari yang ahli teknologi hingga penegakan hukum, dari orang tua hingga dinas pendidikan, untuk memastikan bahwa platform-platform ini tidak bisa diakses oleh anak-anak.
Teknologi seperti AI dan machine learning dapat digunakan untuk mendeteksi dan memblokir aktivitas judi online yang mencurigakan. Dukungan psikologis bagi anak-anak yang sudah terlanjur terjerat judi online harus tersedia dan mudah diakses.
Pusat konseling dan dukungan psikologis harus didirikan untuk membantu mereka pulih dari kecanduan. Peran komunitas sangat penting dalam konteks “semua adalah guru”, kita semua memiliki tanggung jawab untuk saling mengedukasi dan mendukung.
Komunitas online dan offline dapat menjadi tempat berbagi pengetahuan dan pengalaman, serta memberikan dukungan moral yang dibutuhkan. Orang tua dan guru harus diberdayakan dengan informasi dan alat untuk mengidentifikasi tanda-tanda kecanduan judi online pada anak.
Akhirnya, ini adalah panggilan bagi semua warga negara Indonesia untuk bertindak. Kita tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan yang terjadi di sekitar kita. Anak-anak adalah masa depan bangsa, dan melindungi mereka adalah tanggung jawab kita bersama.
Nelson Mandela pernah berkata, “Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat Anda gunakan untuk mengubah dunia.” Dalam perjalanan kehidupan ini, mari belajar dari kesalahan dan bertindak bijaksana untuk melindungi anak-anak kita dari judi online.
Mereka adalah cermin dari nilai-nilai kita sebagai masyarakat, dan mengamankan anak-anak dari judi online berarti juga melindungi Indonesia Emas 2045.
Penulis Edi Purwanto Editor Azrohal Hasan