PWMU.CO – Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia, Rommy Fibri Hardiyanto mengatakan, ide membuat film sebagai kekayaan imajinasi dari anak bangsa sangat dihargai oleh LSF.
Itu disampaikan Rommy Fibri Hardiyanto kepada PWMU.CO secara eksklusif usai jumpa pers di Universitas Muhammadiyah Bandung, Sabtu (13/7/2024). Jumpa pers diikuti 31 wartawan peserta Ujian Kompetisi Wartawan dari berbagai daerah.
“LSF bukan tukang jagal. Kreasi anak bangsa gak bisa dilarang. Film yang diambil dari kisah nyata lalu difilmkan itu menjadi fiksi, itu bagus,” terangnya.
Rommy menegaskan, LSF kalau melarang karya anak bangsa itu akan fatal. Menurutnya Indonesia negara merdeka, anak bangsa bebas berkarya sesuai imajinasi.
“Yang harus dijaga adalah hasil dari film itu ditonton oleh orang yang tepat. Jangan film ini ditonton oleh anak-anak SD atau ditonton orang yang tidak tepat. Itu yang kita jaga makanya LSF mendorong masyarakat mengedepankan budaya sensor mandiri,” tegas Rommy.
Surga Neraka
Selain itu Rommy mengatakan, tugas tim LSF antara Surga dan neraka.
“Kami di lembaga sensor film ini seperti meniti jembatan sirathal mustaqim. Seolah kalau ke kanan masuk surga kalau ke kiri masuk neraka,” terangnya.
Rommy mengatakan, bahwa pekerjaan tim LSF seperti menyensor film vulgar atau dewasa sudah menjadi makanan sehari-hari. Dia melihat timnya bekerja secara maksimal dan profesional untuk menyuguhkan film yang layak tonton.
“Kami menyensor film yang dewasa. Itu teman-teman ya harus kembali ke niat. Bekerja profesional dan dengan niat tulus,” jelasnya.
Pria gagah itu menegaskan, kenapa antara surga dan neraka, karena bila timnya menyensor film lalu melihat yang vulgar itu harus kembali ke niat.
“Kami begitu (melihat film vulgar) terus ya gitu aja atau beristighfar astaghfirullahaladzim, ya itu masuk surga kita ini,” kelakarnya.
Lebih lanjut disampaikan, LSF berupaya terus melakukan kerja profesional. LSF menekankan pemahaman literasi kepada masyarakat. LSF memang tidak bisa menjangkau semua film karena ada kendala di payung hukum juga. Ada film yang tidak bisa disentuh LSF. Misalnya film dari luar.
“Tapi kalau saya tetap menyensor film sekaligus melakukan literasi, justru Ini adalah plus surplus yang dilakukan LSF,” terang Rommy. (*)
Penulis Mulyanto Editor Wildan Nanda Rahmatullah