Edi Purwanto (Foto:PWMU.CO)
Opini ini ditulis oleh Edi Purwanto sebagai Pengamat Sosial/MPID PWM Jatim
PWMU.CO – Indonesia, negeri yang selalu menyimpan kisah-kisah luhur dan mitos yang menggetarkan jiwa. Salah satu cerita yang tetap hidup di benak kita adalah tentang Bandung Bondowoso yang berusaha membangun seribu candi dalam semalam demi merebut hati Roro Jonggrang. Kisah ini tidak hanya menjadi bagian dari warisan budaya yang kaya, tetapi juga sebuah cermin dari ambisi manusia yang sering kali terjerat dalam keinginan duniawi yang melampaui batas.
Bandung Bondowoso, seorang ksatria dari legenda Jawa, terkenal akan keberaniannya yang luar biasa. Dengan tekad bulat untuk membangun seribu candi dalam semalam, ia berharap bisa menaklukkan hati Roro Jonggrang, sang putri cantik. Namun, seperti halnya dalam banyak cerita epik, kecerdikan seorang wanita mampu membalikkan nasib.
Meskipun Bandung Bondowoso telah mencapai segalanya—kekuasaan, harta, dan belum menemukan wanita—akhirnya terperangkap dalam permainan tipu daya dan ambisi yang berlebihan. Sebelum mentari menyingsing, proyek megah seribu candi runtuh, dan Bandung Bondowoso mengutuk Roro Jonggrang untuk menjadi arca, sebagai simbol dari candi yang seharusnya berjumlah seribu.
Kisah tentang Candi Prambanan bukan sekadar legenda masa lalu, tetapi juga sebuah peringatan akan betapa ambisi yang besar sering kali membawa kesengsaraan.
Pada era modern ini, kita menemukan paralel dengan upaya pemerintah Indonesia dalam merintis Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan. Proyek ambisius Jokowi ini diharapkan menjadi simbol kemajuan dan kebanggaan bangsa, tetapi juga dihadapkan pada tantangan besar yang tak kalah beratnya seperti kisah Bandung Bondowoso.
Niat Jokowi untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan mencerminkan aspirasi untuk menciptakan pusat pemerintahan yang lebih efisien dan merata.
Namun, seperti dalam legenda Candi Prambanan, proyek IKN juga dipenuhi dengan berbagai tantangan. Mulai dari masalah pendanaan yang tak kunjung terselesaikan hingga dinamika politik dan ekonomi yang memerlukan adaptasi terhadap perubahan kepemimpinan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden Prabowo Subianto.
Pembangunan IKN dimulai pada tahun 2022 dengan harapan dapat beroperasi penuh pada tahun 2045, bersamaan dengan peringatan kemerdekaan Bangsa Indonesia yang ke-100. Meskipun secara seremonial direncanakan untuk beroperasi pada 17 Agustus 2024, infrastruktur yang diperlukan masih jauh dari siap, sehingga rencana awal untuk memindahkan kantor Jokowi ke IKN pada Juli 2024 harus ditunda.
Keraguan tentang kesiapan IKN semakin meluas setelah pengunduran diri Kepala OIKN Bambang Susantono dan Wakil Kepala OIKN Dhony Rahajoe pada awal Juni 2024. Namun, harapan tetap ada bahwa IKN bisa digunakan.
Presiden Jokowi juga mengerahkan kekuatan pengendali angin dan awan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melakukan modifikasi cuaca untuk mengurangi intensitas hujan di wilayah IKN, terutama menjelang perayaan kemerdekaan 17 Agustus 2024.
Namun, kebingungan masyarakat semakin merajalela ketika Presiden Jokowi mengumumkan penundaan pemindahan kantor Presiden dari Jakarta ke IKN di Kalimantan Timur karena infrastruktur belum sepenuhnya siap.
Pernyataan pengamat politik semakin menambah ketidakpastian keraguan akan tuntasnya IKN dalam waktu dekat. Refly Harun, seorang pengamat politik, berspekulasi bahwa Prabowo Subianto mungkin enggan memindahkan ibu kota dari Jakarta ke IKN di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Ia memperkirakan bahwa pembangunan IKN akan terus berlanjut, tetapi kemungkinan besar hanya akan menjadi kota biasa dengan biaya yang tak terhitung besar. Posisi ini sangat bergantung pada keputusan presiden baru dan tampaknya menunjukkan ketidakpastian terhadap komitmen untuk memindahkan ibu kota.
Dua kutub ini menunjukkan Jakarta tidak sedang baik-baik saja. Kubu pro Jokowi tetap optimistis, IKN akan berhasil dibangun dan digunakan dalam waktu dekat untuk Upacara HUT ke -79 Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Pada kutub berbeda yang dekat dengan lingkaran Presiden Terpilih Prabowo masih mengenyampingkan IKN. Mereka memilih penyediaan makan bergizi sesuai janji yang dikampanyekan pada Pilpres 2024 lalu.
Presiden Jokowi tidak sedang membangun seribu candi dalam semalam seperti Bandung Bondowoso. Momen ini mengajak kita untuk berhenti sejenak dan merefleksikan bahwa skeptisisme terhadap kelangsungan proyek IKN adalah hal yang wajar. IKN boleh jadi adalah proyek besar yang harus dituntaskan dalam jangka panjang.
Kisah Bandung Bondowoso dan IKN adalah dua sisi dari koin yang sama: ambisi besar yang dihadapkan pada tantangan besar. Inilah impian Jokowi dan realitas pahit yang harus dilaksanakan Prabowo Subianto.
Editor Teguh Imami