PWMU.CO – Pimpinan Ranting Aisyiyah (PRA) Desa Kertosari dan Martopuro Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan melakukan studi tiru ke Probolinggo. Tepatnya di Desa Liprak Kulon Kecamatan Banyuanyar Kabupaten Probolinggo, Ahad (20/7/2024). Studi tiru ini dipimpin langsung oleh Ketua PDA kabupaten Pasuruan, Ifani.
“Kami ingin membangun desa menjadi desa Qoryah Toyyibah seperti Desa Liprak Kulon,” ujar Ifani.
Desa Liprak Kulon menjadi tujuan studi tiru karena desa ini berhasil menjadi desa produktif. Hal ini ditandai dengan munculnya usaha lokal berupa bawang goreng, aneka bumbu masakan, krupuk, dan minuman herbal yang semua bahannya ada di desa tersebut.
“Makanya kami berniat berangkat ke Desa Liprak Kulon kulon untuk belajar dan meniru semangat para kader yang mampu mengubah desanya,” lanjut Ifani.
Desa Liprak Kulon merupakan salah satu desa penerima program inklusi ’Aisyiyah. Tema yang diajukan adalah “Penguatan Kepemimpinan Perempuan untuk Pemenuhan Akses Kesehatan dan Ekonomi pada Perempuan Dhu’afa Mustat’afin dengan Pendekatan Inklusif dan Hak Perempuan”.
“Ada banyak fokus isu dalam program ini, yaitu penurunan stunting, pencegahan perkawinan anak, pemenuhan hak kesehatan seksual dan reproduksi, pemberdayaan ekonomi dan kepemimpinan perempuan,” terang Ifani.
Sampai di Desa Liprak Kulon, para peserta langsung dibawa ke lokasi Sumber Mata Air Perawan. Lokasi ini merupakan wisata lokal yang mulai dibangun setelah adanya program inklusi.
Kepala Desa Liprak Kulon, Lukman Hakim menyampaikan bahwa pembangunan tempat wisata ini karena ada program inklusi Aisyiyah.
“Kami mendapatkan ilmu jejaring dalam program inklusi. Makanya kami bisa merenovasi Olbek dan membangun gedung pertemuan serbaguna ini,” kata Lukman.
Olbek adalah sumber air yang besar dan berbunyi “bluk-bluk” dengan kencang. Namanya diubah menjadi Sumber Mata Air Perawan sebagai branding agar banyak orang tertarik untuk datang.
“Juga bisa mengundang pemerintah dan donatur untuk peduli mengembangkan wisata desa ini,” pungkas Lukman.
Pengelola program inklusi desa Liprak Kulon menceritakan susahnya memulai program ini. Salah satu sebabnya adalah tidak ada organsasi ‘Aisyiyah tingkat ranting maupun cabang.
“Hal pertama yang kami lakukan adalah meyakinkan kepala desa tentang program inklusi dan manfaatnya bagi masyarakat dan kemajuan desa,” terangnya.
Berdasarkan hasil identifikasi potensi desa, maka disusunlah beberapa kegiatan. Selanjutnya dibentuklah komunitas ibu-ibu dengan nama Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA). Kelompok ini menjadi media pembelajaran berdasarkan isu yang ditemukan dalam identifikasi awal.
“Hasilnya, di bidang kesehatan bisa menurunkan angka stunting, di bidang sosial bisa menurunkan angka perkawinan anak, dan di bidang ekonomi bisa mendirikan koperasi Bueka yang didalamnya anggota BSA mampu memproduksi bawang goreng, aneka bumbu, aneka kerupuk dan lainnya,” urai Agustin.
Studi tiru berlanjut dengan mengunjungi kebun gizi yang menjadi salah satu andalan program inklusi. Ada banyak ragam tanaman yang hasilnya bisa dinikmati oleh masyarakat secara gratis. Ini salah satu cara untuk menurunkan angka stunting. Para kader inklusi merasa senang mengikuti program ini.
“Enak ikut kegiatan membangun desa dan ikut anggota BSA. Kita yang tidak pernah keluar desa akhirnya dapat hadiah tidur di hotel sambil diberi pelatihan,” kisah Agustin.
Koordinator program Qoryah Toyyibah pimpinan wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Timur, Siti Asfiyah menyampaikan bahwa kegiatan studi tiru ini adalah langkah awal untuk memberikan motivasi dan semangat ibu-ibu kabupaten Pasuruan.
Para peserta diharapkan bisa membayangkan, memikirkan, memutuskan dan mengimplementasikan program Qoryah Toyyibah yang sedang diinisiasi.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pelatihan peningkatan kapasitas kader. “Para kader diharapkan bisa melakukan pengorganisasian di tingkat komunitas, membangun kerja sama, dan melakukan pemetaan masalah dan potensi yang dimiliki Desa Kertosari dan Martopuro,” pungkasnya. (*)
Penulis Ernam Editor Wildan Nanda Rahmatullah