PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2005-2010 dan 2010-2015, Prof Din Syamsuddin menjadi pembicara pada dua pertemuan internasional ber-turut-turut di Jerman dan Amerika Serikat. Pada 12 September 2017, Din menjadi panelis pada International Conference on Paths of Peace di Münster, Jerman. Berlanjut kemudian menghadiri Konferensi in Cultural Rapproachement between the USA and the Islamic World, 16-17 September 2017.
(Berita terkait: Al-Haj U Aye Lwin, Delegasi Myanmar: Indonesia-Muhammadiyah Paling Banyak Membantu Penyelesaian Muslim Rohingya)
Conference on Paths of Peace merupakan konferensi tahunan yang diadakan Community of Sant Egidio, organisasi internasional orang awam Katholik. Dihadiri 600 peserta dari berbagai mancanegara, di antaranya adalah para tokoh utama berbagai agama dunia. Konferensi yang dibuka Kanselir Markel itu ikut dihadiri oleh Syaikh Al-Azhar At-Tayyib, Wakil Paus Fransiscus, Pemimpin Gereja Ortodoks Yunani, Pemimpin Buddha Risho Kosakai Jepang, dan Presiden Nigeria.
Din Syamsuddin menjadi pembicara pada Sesi tentang “Agama-agama Asia Menghadapi Pasar Global.” Dalam presentasinya, Din mengatakan bahwa era pasar bebas global meningkatkan arus sekularisasi dan orientasi materialistik yang anti-Tuhan. “Maka agama-agama harus menampilkan peran profetik untuk meluruskan kehidupan duniawi tersebut dengan nilai-nilai moral dan etik,” jelas Din.
(Baca juga: Din Syamsuddin tentang Khilafah Modern dan Vatikan)
Era globalisasi, lanjut Din yang juga Presiden ACRP (Asian Conference of Religions for Peace/organisasi tokoh-tokoh Agama Se Asia) itu, menciptakan tidak hanya pasar bebas perdagangan, tapi juga pasar bebas agama. “Hal ini juga harus diatasi oleh para agamawan dengan terus meningkatkan dialog antar agama.”
Setelah mampir sehari di London, Inggris, menemui Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) Rizal Sukma guna membicarakan kerjasama Perguruan Tinggi Muhammadiyah dengan universitas-universitas di Inggris, Din melanjutkan perjalanan ke New York, Amerika Serikat. Yaitu menghadiri Konferensi in Cultural Rapproachement between the USA and the Islamic World, 16-17 September.
Konferensi yang diprakarsai oleh Rabithah Alam Islami (Liga Muslim Sedunia) ini dihadiri 200-an tokoh Muslim dari seluruh dunia dan sejumlah tokoh non-Muslim dari Amerika dan bebeberapa negara. Dari Indonesia ikut hadir Dr Hidayat Nurwahid, Prof Bahtiar Effendy (Ketua PP Muhammadiyah), dan Muhammad Siddiq (Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia).
(Baca juga: Cerita Din Syamsuddin Tentang Agama Setan dan Ritual Seks)
Din Syamsuddin, yang hadir sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ditampuk menjadi moderator pada Sesi kedua. Sebuah sesi yang membahas isu-isu tentang kebebasan beragama, faktor pengetahuan, dan agenda kerjasama AS dan Dunia Islam dalam bidang peradaban.
Tampil sebagai pembicara pada sesi ini dari kalangan Islam adalah Prof Yahya Michot dari AS, Dr Bishari dari Perancis, dan Dr Abu Halima dari Aljazair. Sementara dari kalangan non Muslim antara lain Prof Bernardini dari Italia, Prof Dolzer dari Jerman, dan Prof Faulker dari Austria.
Din Syamsuddin, dalam pengantar diskusi, mengatakan bahwa kerjasama peradaban antara Amerika dan Dunia Islam tidak hanya mungkin, tapi harus terjadi. Keduanya saling memerlukan. “Dunia Islam memerlukan Amerika sebagai adidaya dunia, tapi Amerika juga memerlukan Islam sebagai bagian dunia yang memiliki kekuatan-kekuatan besar baik sumber daya manusia, sumber daya alam, maupun sumber daya nilai.”
“Dan juga sumber daya sejarah, yakni Dunia Islam pernah tampil sebagai pemegang supremasi peradaban dunia di abad-abad pertengahan,” jelas Din.
(Baca juga: Memberi Tak Harap Kembali: Kisah Nyata Ketika Din Syamsuddin Bertemu Seorang Ibu di Pesawat)
Menurut Din, konferensi yang baru pertama diadakan dalam skala luas di Amerika ini diharapkan dapat mengurangi Islamofobia di sementara kalangan masyarakat Amerika maupun Eropa. Tentu konferensi tersebut diharapkan membawa resonansi kepada para pemimpin dunia yang sedang menghadiri Sidang Umum PBB di kota yang sama dan pada waktu hampir bersamaan. (mn/kholid)