PWMU.CO – Pada Muktamar Muhammadiyah ke-46 di Yogyakarta bertepatan dengan 1 Abad Muhammadiyah tahun 2010, Muhammadiyah mengukuhkan komitmen pelestarian lingkungan melalui konsep yang tersusun dalam program Green Al Maun.
Terobosan Green Al Maun
Ini menjadi sebuah terobosan luar biasa bagi sebuah organisasi masyarakat besar yang memiliki kepedulian terhadap isu lingkungan.
Green Al Maun menjadi bagian dari agenda besar Muhammadiyah untuk mengintegrasikan ajaran Islam, khususnya prinsip-prinsip sosial dalam Al-Ma’un, dengan tanggung jawab menjaga kelestarian alam.
Dengan pencanangan ini, Muhammadiyah menegaskan bahwa upaya menjaga lingkungan bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau individu, tetapi juga menjadi bagian dari gerakan dakwah sosial Muhammadiyah.
Konsep Green Al Maun adalah wujud kepedulian Muhammadiyah terhadap kerusakan sosial dan alam. Dalam hal ini, Allah menegaskan bahwa pendusta agama adalah bagi mereka yang tidak memedulikan terhadap penderitaan orang miskin dan menganjurkan untuk memberikan bantuan.
Dalam konteks alam, maka Al Maun ini menjadi relevan bahwa orang yang mendustakan agama adalah mereka yang tidak peduli dengan kerusakan lingkungan dan tidak menganjurkan pada perbaikan lingkungan.
Kebijakan dakwah lingkungan tersebut dilanjutkan pada Muktamar Muhammadiyah ke-47 tahun 2015 di Makassar.
Pada muktamar itu ditegaskan tentang peran penyelamatan dan pengelolaan lingkungan melalui Majelis Lingkungan Hidup dengan tujuan terwujudnya kesadaran, kepeduliaan dan perilaku ramah lingkungan warga Muhammadiyah dan masyarakat pada umumnya dalam rangka melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.
Selain itu, pada Muktamar Aisyiyah juga menetapkan lahirnya Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) merupakan perwujudan dari amanat keputusan Muktamar Aisyiyah ke 47 di Makassar.
Pada tahun 2015, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan fatwa tentang Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup. Dalam fatwa tersebut, Muhammadiyah menegaskan bahwa merusak lingkungan adalah perbuatan yang haram.
Fatwa ini menekankan pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan sebagai bagian dari tanggung jawab manusia sebagai khalifah, wakil Allah, di bumi. Fatwa ini merupakan salah satu upaya Muhammadiyah untuk memberikan pedoman kepada umat dalam menjaga lingkungan.
Usaha Muhammadiyah Selamatkan Lingkungan
Muhammadiyah sebagai ideologi memiliki pandangan yang kuat tentang pentingnya pelestarian lingkungan. Secara teologis, Muhammadiyah menekankan pentingnya teologi lingkungan, yaitu pemahaman bahwa alam adalah ciptaan Allah yang harus dijaga dan dilestarikan.
Manusia diberi amanah untuk menjaga kelestarian alam sebagai bentuk pengabdian kepada Sang Pencipta. Dalam hal ini, Muhammadiyah memiliki prinsip bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari menjalankan ajaran Islam.
Ini sejalan dengan prinsip dalam al-Quran dan Hadis yang menekankan pentingnya menjaga bumi dan semua makhluk yang ada di dalamnya. Al-Quran menyebutkan bahwa manusia diberikan tanggung jawab untuk menjaga bumi dan tidak membuat kerusakan (QS. Al-A’raf: 56, QS. Ar-Rum: 41).
Sekitar satu abad setelah kelahirannya, sejak tahun 2003, Muhammadiyah mendirikan Lembaga Studi dan Pemberdayaan Lingkungan Hidup (LSPLH) dan menjadikan program lingkungan sebagai bagian tidak terpisahkan dari program organisasi.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-45 Tahun 2005 di Malang, LSPLH ditransformasi menjadi Lembaga Lingkungan Hidup (LLH).
Tak berhenti sampai sini, pada Muktamar Muhammadiyah ke-46 di Yogyakarta bertepatan dengan 1 Abad Muhammadiyah tahun 2010, LLH ditransformasi kembali menjadi Majelis Lingkungan Hidup (MLH).
Muhammadiyah memiliki peran partisipatif yang tinggi dalam wujud kepedulian terhadap lingkungan. Pada periode tahun 1990-1995, Muhammadiyah mencangkankan program di bidang lingkungan hidup.
Program tersebut di antaranya:
- Berpartisipasi dalam usaha pelestarian dan pencegahan kerusakan alam
- Mendukung pembangunan berwawasan lingkungan
- Mendorong kesadaran hidup sehat di lingkungan yang bersih sesuai ajaran Islam
- Menumbuhkan dukungan warga Muhammadiyah terhadap program-program lingkungan tersebut
Deklarasi Muhammadiyah Hijau
Pelaksanaan Rapat Kerja Nasional Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah yang digelar di Jakarta pada 21 Agustus tahun 2023 menghasilkan Deklarasi Muhammadiyah Hijau sebagai gerakan bersama dalam mengatasi dan mitigasi krisis iklim.
Adapun poin-poin Deklarasi Muhammadiyah Hijau itu yakni membangun ideologi Green Al Maun sebagai basis gerakan lingkungan di Muhammadiyah, mendukung kebijakan yang memihak pada kelestarian lingkungan dan melakukan koreksi atas kebijakan yang merusak lingkungan.
Hal itu juga diperkuat dengan kolaborasi kepada semua pihak untuk lingkungan yang lestari, masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur. Melakukan aksi di level komunitas yang kemudian diluaskan menjadi gerakan yang luas melalui perilaku yang benar (teknologi) dan bijak (pemanfaatan).
Di tahun 2024 ini merupakan momentum pergantian kepemimpinan merupakan momen untuk mengampanyekan kepemimpinan yang peduli lingkungan.
Saat ini, isu tentang penerimaan Muhammadiyah atas perizinan pengelolaan tambang dari pemerintah masih memicu perselisihan pendapat. Hal ini karena argumentasi yang menyelesisihi memandang penerimaan tersebut berseberangan dengan hakikat Muhammadiyah itu sendiri.
Tulisan ini bermaksud untuk mempertimbangkan kembali penerimaan atas isu tambang dan kerusakan lingkungan.
Dampak Negatif Tambang
Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa aktivitas penambangan memiliki dampak lingkungan yang serius. Penambangan terbuka (open-pit mining) misalnya, dapat menyebabkan deforestasi, erosi tanah, dan pencemaran air.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal “Environmental Science & Policy” menyatakan bahwa penambangan sering kali menyebabkan degradasi habitat dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Penambangan sering kali tidak memberikan manfaat ekonomi jangka panjang kepada masyarakat lokal, bahkan cenderung menimbulkan kerugian sosial dan lingkungan yang besar.
Kerusakan lingkungan dapat dilihat dari berbagai indikator seperti penurunan kualitas udara, pencemaran air, deforestasi, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 2021 menunjukkan bahwa aktivitas manusia, termasuk penambangan, adalah penyebab utama peningkatan emisi gas rumah kaca yang berkontribusi pada perubahan iklim (climate change).
Selain itu, World Wildlife Fund (WWF) melaporkan bahwa dalam 50 tahun terakhir, populasi satwa liar global telah menurun hampir 60% sebagai akibat dari kegiatan manusia yang merusak habitat mereka .
Dampak tersebut bertentangan dengan prinsip kelestarian lingkungan yang diusung oleh Muhammadiyah. Dalam konteks tersebut, sebaliknya, Muhammadiyah mempromosikan pengembangan ekonomi berbasis sumber daya terbarukan dan ramah lingkungan, seperti energi terbarukan dan pertanian berkelanjutan.
Aktivitas tambang yang merusak lahan pertanian dan sumber air bersih dapat mengancam ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat. Muhammadiyah, melalui organisasi otonomnya seperti Aisyiyah, juga fokus pada isu-isu kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Kerusakan lingkungan akibat tambang bisa menyebabkan krisis pangan dan kesehatan, yang berlawanan dengan misi Muhammadiyah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Muhammadiyah mendukung model ekonomi yang berkelanjutan dan adil. Dengan mempertimbangkan argumen ideologis dan bukti ilmiah tentang dampak negatif tambang, Muhammadiyah memiliki dasar yang kuat untuk menolak pengelolaan tambang yang merusak lingkungan.
Komitmen Muhammadiyah terhadap pelestarian lingkungan sejalan dengan ajaran Islam dan prinsip-prinsip ilmiah tentang pentingnya menjaga ekosistem yang sehat dan berkelanjutan.
Menggunakan dalih fikih lingkungan atau ideologi ramah lingkungan untuk mendukung pengelolaan tambang adalah tindakan yang kontradiktif.
Fikih lingkungan dalam Islam sebenarnya menekankan pada prinsip menjaga dan melindungi alam (hifdz al-bi’ah). Hal ini tercermin dalam al-Quran yang memerintahkan manusia untuk tidak merusak bumi setelah Allah memperbaikinya (QS. Al-A’raf: 56).
Ideologi ramah lingkungan Muhammadiyah, yang mengutamakan pelestarian lingkungan, juga bertentangan dengan aktivitas tambang yang berpotensi merusak lingkungan.
Dalam konteks ini, penerimaan pengelolaan tambang oleh Muhammadiyah mestinya dikaji ulang dengan teliti karena secara inheren Muhammadiyah itu menolak pengelolaan tambang karena berpotensi dan dipastikan merusak lingkungan.
Penulis Dr Kumara Adji Kusuma Editor Zahra Putri Pratiwig