Oleh: L.ya Esty Pratiwi SH MH CMe – Dosen Fakultas Hukum UM Surabaya, APIMU Regional Surabaya
PWMU.CO – Partai politik merupakan pilar penting dalam sistem demokrasi Indonesia. Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, peran partai politik semakin menjadi sorotan publik. Mereka memiliki pengaruh besar dalam menentukan kualitas calon pemimpin daerah yang akan bertarung di arena politik. Namun, di sisi lain, partai politik juga kerap dikritik karena dianggap menjadi penghambat munculnya calon-calon berkualitas.
Partai politik di Indonesia memiliki sejarah panjang yang dimulai sebelum kemerdekaan. Partai politik pertama, De Indische Partij, didirikan pada 25 Desember 1912 oleh Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Ki Hajar Dewantara. Lahirnya partai politik menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu, berbagai organisasi seperti Muhammadiyah, Boedi Oetomo, Sarekat Islam, dan lainnya ikut berperan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia merdeka. Setelah kemerdekaan, Indonesia menganut sistem multipartai.
Pada 3 November 1945, Wakil Presiden Mohammad Hatta menandatangani Maklumat Nomor X yang menganjurkan pembentukan partai politik. Pemilu 1955 memunculkan empat partai politik besar: Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, dan Partai Komunis Indonesia.
Sistem kepartaian di Indonesia mengalami perubahan signifikan selama era Orde Baru. Presiden Soeharto menghapus sistem multipartai dan melakukan penyederhanaan partai melalui fusi pada tahun 1973. Hal ini mengakibatkan penggabungan beberapa partai untuk membentuk partai baru. Berakhirnya rezim Soeharto mengawali masa Reformasi yang ditandai dengan perkembangan sistem kepartaian yang lebih demokratis.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 menciptakan kembali sistem multipartai dalam politik Indonesia 1. Namun, setelah disahkannya undang-undang pemilihan umum, partai politik harus memenuhi ambang batas parlemen untuk mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat.
Partai politik di Indonesia saat ini menghadapi berbagai tantangan kontemporer. Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Andi Widjajanto menyebutkan tiga tantangan terbesar dalam eskalasi politik Indonesia tahun 2023-2024, yaitu politik identitas, misinformasi, dan ujaran kebencian. Tantangan-tantangan ini sering muncul di platform-platform digital yang digunakan oleh Masyarakat.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah perlu memperkuat regulasi dan perannya dalam mengendalikan infrastruktur digital tanpa menabrak prinsip-prinsip demokrasi. Literasi digital juga menjadi kunci bagi Indonesia untuk melakukan mitigasi eskalasi politik terkait identitas, misinformasi, dan ujaran kebencian di tahun politik 2023 menuju pemilu 2024. Lemhannas RI mencatat adanya kecenderungan terjadinya regresi demokrasi di dunia, termasuk di Indonesia. Tantangan utama Indonesia adalah memperkuat konsolidasi demokrasi agar demokrasi Indonesia bisa semakin matang menuju Pemilu 2024 di tengah kecenderungan regresi demokrasi ini.
Pengaruh Partai Politik terhadap Kualitas Calon
Partai politik memiliki peran penting dalam proses rekrutmen calon pemimpin di Indonesia. Melalui mekanisme rekrutmen internal, partai politik dapat memastikan kualitas calon yang diajukan untuk dipilih oleh masyarakat. Pola rekrutmen dan mekanisme kaderisasi meliputi segala aktivitas partai dari mulai penerimaan anggota, pembinaan kualitas kader, sampai dengan penempatan kader-kader partai dalam jabatan-jabatan strategis.
Namun, beberapa partai politik masih menghadapi tantangan dalam proses rekrutmen. Salah satu permasalahan yang muncul adalah politik kekerabatan, yang dapat menutup akses bagi orang-orang yang memiliki sumber daya terbatas dan tidak memiliki hubungan kekerabatan untuk menduduki posisi-posisi politik.
Selain itu, beberapa partai juga cenderung mengusung calon berdasarkan popularitas, seperti artis, tanpa melalui proses kaderisasi yang seharusnya. Hal ini menyebabkan adanya stereotip tersendiri bagi calon pemilih yaitu Masyarakat, dimana saat ini caloin-calon yang dihadirkan masih sangat jauh dari kata “mumpuni” dengan modal popularitas yg ditunjang dr berbagai sisi saja langsung bisa menjadi calon kepala dan wakil kepala daerah.
Bagi pengkaderan dalam partai politik, pendidikan politik bagi kader menjadi hal yang penting untuk meningkatkan kualitas calon pemimpin. Dengan adanya pendidikan politik, kader partai dapat memahami tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin.
Hal ini penting untuk memastikan bahwa calon yang diusung memiliki kapabilitas dalam memimpin dan manajerial yang tangguh. Partai Golkar, misalnya, menekankan pentingnya setiap kader untuk mengetahui hak, kewajiban, larangan-larangan, serta sanksi bagi kader yang melanggar aturan partai. Sistem pengkaderan dan pembinaan yang positif ini berdampak pada keberhasilan pengawasan dan kualitas calon yang diusung.
Tak heran jika sampai saat ini eksistensi golkar sebagai partai besar tetap berdiri dan bahkan dengan adanya berbagai asumsi politik partai golkar saat ini masih bisa memperjuangkan ‘demokratisasi partai’.
Pengawasan terhadap kinerja calon terpilih perlu juga dilakukan oleh partai politik. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa calon yang terpilih dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan sesuai dengan visi dan misi partai. Partai politik yang kadernya dipekerjakan di parlemen juga berkewajiban mengontrol perilaku kadernya.
Beberapa partai telah menerapkan sistem pengawasan yang terstruktur. Misalnya, PDIP memiliki mekanisme kontrol yang terinstitusionalisasi dan hirarkis, di mana fraksi bertugas mengkoordinir, mengawasi, dan membina anggotanya. Sementara itu, Partai Golkar memiliki sistem pengawasan hirarkis yang dikontrol langsung oleh Dewan Kehormatan. Tak heran jika baru-baru ini terjadi perhelatan politik dalam masa menuju pilkada.
Dua partai raksasa ini saling menunjukan kehebatan dan skill politiknya dalam melakukan unjuk politis bagi calon pimpinan kepala daerah yang akan dipasang pada masing-masing partai. Oleh karenanya perlu penekanan dan juga pengawasan yang harus ‘balance’ dengan tujuan partai politik.
Meskipun demikian, pengawasan terhadap anggota dewan melalui Badan Kehormatan dan pengawasan dari partai politik yang mempunyai perwakilan di Dewan Perwakilan Rakyat ataupun pimpinan kepala daerah masih belum sepenuhnya efektif. Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan sistem pengawasan untuk memastikan kualitas kinerja calon terpilih.
Peran serta masyarakat dalam politik inilah yang menjadi aspek penting dalam kehidupan berdemokrasi. Partisipasi ini mencakup berbagai kegiatan, seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, dan menjadi anggota partai politik atau kelompok kepentingan.
Namun, partisipasi masyarakat seharusnya tidak hanya sebatas mobilisasi untuk kepentingan pemerintah, tetapi juga sebagai bentuk kontrol terhadap kebijakan pemerintah. Keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) dan juga pemilihan kepala daerah (pilkada) menunjukkan kuatnya tatanan demokrasi dalam sebuah negara.
Dalam sistem demokrasi, rakyat menjadi faktor yang sangat penting, karena pemerintah memerlukan persetujuan dari yang diperintah. Oleh karena itu, penyelenggaraan pemilu sebagai sarana demokrasi tidak boleh dilepaskan dari keterlibatan masyarakat.
Pengawasan Berbasis Komunitas
Partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu sangat diperlukan untuk mewujudkan pemilu yang demokratis. Pengawasan partisipatif masyarakat dijamin dan diatur dalam undang-undang. Menurut UU Nomor 7 tahun 2017, partisipasi masyarakat dalam pengawasan sangat dibutuhkan, terutama dalam melakukan pencegahan terhadap pelanggaran pemilu dan pencegahan sengketa proses pemilu.
Perludem menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan pemilu adalah bentuk penggunaan hak warga negara untuk mengawal hak pilihnya. Kegiatan pengawasan ini juga merupakan upaya kontrol dari publik untuk menjaga suara dan kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara.
Dengan meningkatkan partisipasi aktif dalam politik, literasi politik, dan pengawasan berbasis komunitas, masyarakat dapat berperan lebih efektif dalam mengawasi partai politik dan menjaga integritas proses demokrasi di Indonesia.
Partai politik memiliki peran krusial dalam membentuk lanskap politik Indonesia menjelang detik-detik Pilkada 2024. Mereka memiliki pengaruh besar pada kualitas calon pemimpin daerah, namun juga menghadapi tantangan seperti politik identitas dan misinformasi. Untuk mengatasinya, diperlukan penguatan regulasi dan peningkatan literasi digital masyarakat.
Sistem rekrutmen dan pengawasan internal partai juga perlu ditingkatkan untuk memastikan kualitas calon yang diusung. Keterlibatan aktif masyarakat sangat penting untuk mengawasi kinerja partai politik dan menjaga integritas proses demokrasi.
Hal ini dapat dicapai melalui partisipasi dalam kegiatan politik, peningkatan literasi politik, dan pengawasan berbasis komunitas. Dengan upaya bersama dari pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil, Indonesia dapat memperkuat konsolidasi demokrasinya menuju Pilkada 2024 yang berkualitas dan berintegritas. (*)
Editor Wildan Nanda Rahmatullah