PWMU.CO – Inisiasi masyarakat lokal dapat menjadi inspirasi dan solusi bagi demokrasi dalam konteks nasional. Topik itulah yang diangkat Bupati Bojonegoro Suyoto saat promosi gelar Doktor Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), di Auditorium UMM, Sabtu (23/9).
Melalui disertasi berjudul “Konstruksi Pemaknaan Ritual Kematian sebagai Perwujudan Nilai-Nilai Kebajikan Sosial dalam Perspektif Bergerian”, Bupati yang akrab disapa Kang Yoto ini menekankan bahwa nilai-nilai lokal di desa bisa menjadi buah demokrasi. Sekaligus, bisa menjadi inspirasi bagi bangsa.
Kang Yoto mengungkap bagaimana masyarakat Desa Pajeng, Gondang, Bojonegoro melakukan transformasi dengan menafsir ulang tentang ritual kematian menjadi pemahaman baru. Lalu, melembagakannya dalam bentuk rukun kematian. Sehingga melahirkan kemanfaatan sosial
Kang Yoto dalam disertasinya itu menyebut bahwa masyarakat Desa Pajeng semula tergugah karena kematian seorang warga bisa menjadi beban bagi keluarganya, karena ada “kewajiban sosial” memenuhi serangkaian ritual kematian yang menguras dana.
”Ritual itu dipandang oleh warga desa sebagai aktivitas yang memiskinkan dan tidak produktif. Sehingga yang miskin malah akan semakin miskin,” terangnya.
Berdasar fakta itulah, warga desa akhirnya menggagas pembentukan Rukun Kematian (RK) untuk memperbarui praktik ritual kematian, dengan memastikan agar warga yang miskin tidak semakin miskin. Selain itu, juga memastikan agar RK memiliki manfaat bagi kepentingan bersama.
”Setelah adanya RK ini, beban keluarga yang sanaknya meninggal tidak hanya berkurang. Namun, juga sangat terbantu. Misalnya apabila ada orang yang meninggal, maka warga tidak ada yang bekerja di sawah, semua datang untuk membantu ritual kematian, seperti gali makam, bikin penduso dan lainnya. Tidak perlu ada yang memerintah, semua berjalan sendiri-sendiri, jadi yang bekerja semuanya guyub dan rukun semuanya,” tutur Suyoto.
Bagi Suyoto, tafsir ulang ritual kematian di Desa Pajeng ini menjadi contoh dari dialog generatif yang terjadi melalui tiga tahap, yang dimulai dengan antem-anteman atau debat kusir akan suatu persoalan, lalu berlanjut pada forum kongkow, cangkrukan, dan jagongan secara informal. Terakhir, terjadi forum rembukan di mana masyarakat melahirkan konsensus baru.
”Ini adalah buah demokrasi yang sangat berharga bagi bangsa ini. Karena satu di antara penyebab demokrasi belum bisa efektif adalah karena demokrasinya hanya bersifat prosedural. Sehingga acap kali hanya menghasilkan konflik,” kata Suyoto.
Berkat disertasinya itu, Kang Yoto berhak menyandang gelar doktor. Adapun kelulusan Kang Yoto dalam promosi gelar doktor dipromotori oleh Prof Dr Hotman Siahaan, lalu co-promotornya yaitu Prof Dr Ishomuddin MSi, Dr Wahyudi MSi dan Dr Rinekso Kartono MSi.
Sebelum menempuh gelar doktor di UMM, Kang Yoto lebih dulu menamatkan program Magister Sosiologi di UMM pada tahun 1996. Sementara dari sisi riwayat karir, sebelum menjadi Bupati Bojonegoro, Suyoto pernah menjabat Rektor Universitas Muhammadiyah Gresik pada 2000-2004 dan dosen tetap Fakultas Agama Islam UMM pada 1990-2000. (hum/aan)