PWMU.CO – Ketika bus berbelok dan berhenti di salah satu SPBU perbatasan Malaysia-Thailand, Latipun mengatakan, rombongan Muhammadiyah Jawa Timur akan shalat Jum’at di sini.
Sesaat setelah itu, ditunjuklah Ustadz Abdul Manan dari Malang sebagai Khotib dan Ustadz Nadjib Hamid sebagai Imam, dan Nugraha Hadi Kusuma sebagai muadzin.
Informasi itu tak ayal mengagetkan makmum lain di luar rombongan Islamic Studies PWM Jawa Timur. “Ini shalat apakah?” ujar Rodi, salah seorang rombongan Harley Davidson yang ikut jamaah.
“Shalat jumat,” jawab Zainal dari Lumajang, “Oh.. Shalat Jumat” kata Rodi dengan sedikit heran, “Ya kita ikuti saja shalat Jumat, ini rombongan Muhammadiyah dari Indonesia,” kata Abdurrahman yang menjadi tour guide yang juga penganut Syafii dari Pahang Malaysia.
Shalat Jum’at yang berlangsung khusyu’ itu ternyata masih meninggalkan pertanyaan besar bagi Abdurrahman.
Di dalam bus, Rahman meminta pencerahan terkait jumatan yang barusan dilakukan. Sebab, ia dihinggapi perasaan bersalah karena sudah dua kali tidak melaksanakan shalat Jumat. “Saya merasa berdosa kalau tidak jum’atan lagi,” ceritanya.
Jum’atan bersama Muhammadiyah Jawa Timur kali ini dinilai Rahman bisa menyelamatkannya dari sanksi ‘Kafir’. Sehingga Rahman menanyakan dasar Muhammadiyah tetap melaksanakan shalat Jumat biarpun jumlahnya tidak sampai 40 orang.
“Dasar yang termaktub dalam al-Qur’an Surat Jumuah dan hadits Rasulullah SAW yang qath’i itulah yang menjadi dasar kami, bahwa di mana pun dan tidak menunggu 40 orang tetap melakukan Jum’atan’,” terang Nadjib.
Nadjib pun berpesan kepada Rahman agar melanjutkan dakwah ini pada mereka yang belum paham. “Meski harus bernasib seperti KH Ahmad Dahlan, misalnya bus yang ditumpangi dibakar, kebenaran ini harus disampaikan,” pesan Nadjib.
Diakhir penjelasannya Nadjib berkata “Alhamdulillah disinipun kita bisa menyampaikan dakwah islam berkemajuan dan tambah 1 anggota lagi , pak Rahman” jelas Nadjib. (Uzlifah/Ferry/Aan)