Keempat, Muhammadiyah, melalui Majelis Tarjih, mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Majelis Tarjih mengeluarkan fatwa yang relevan dengan teknologi modern seperti bioetika dan ekonomi digital. Keterbukaan terhadap teknologi ini mencerminkan kesadaran bahwa umat Islam harus mampu beradaptasi dengan kemajuan tanpa mengorbankan nilai-nilai Islam.
Kelima, Majelis Tarjih mengambil keputusan melalui musyawarah kolektif (ijtihad jama’iy). Keputusan diambil melalui diskusi bersama para ulama dan cendekiawan, memberikan pandangan yang komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai perspektif. Proses ini memungkinkan penyelesaian masalah keagamaan yang kompleks, seperti isu gender, hak asasi manusia, dan lingkungan, dengan cara yang inklusif.
Keenam, Majelis Tarjih juga mempertimbangkan konteks lokal dan global dalam menetapkan fatwa. Di tengah perubahan sosial dan budaya yang semakin pesat, pendekatan ini membantu menjaga relevansi fatwa bagi umat Islam yang hidup di masyarakat modern dan global tanpa kehilangan akar Islam.
Ketujuh, pendekatan Majelis Tarjih bersifat ilmiah dan kritis, dengan riset ilmiah menjadi bagian penting dalam menetapkan fatwa. Contohnya, fatwa tentang rokok dan kriteria waktu subuh didasarkan pada penelitian mendalam. Ini meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa fatwa Majelis Tarjih memiliki dasar ilmiah yang kuat.
Kedelapan, Muhammadiyah berperan aktif dalam pembaruan sosial di Indonesia. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan tidak hanya berkaitan dengan ibadah ritual, tetapi juga isu-isu sosial-ekonomi, pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan kebijakan publik, memberikan panduan yang relevan untuk berbagai tantangan masyarakat kontemporer.
Kesembilan, fleksibilitas pendekatan Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam menyeimbangkan sumber-sumber Islam dengan kebutuhan masyarakat modern menjadikan lembaga ini tetap relevan dan penting di era sekarang. Fleksibilitas ini bukan berarti tidak memiliki pendirian, melainkan bahwa hukum Islam memang fleksibel dengan tanggung jawab.
Mengapa Fatwa-Fatwa Tarjih Kurang Diminati?
Meskipun memiliki banyak keunggulan, fatwa-fatwa Majelis Tarjih masih kurang diminati, terutama oleh kaum milenial. Salah satu penyebabnya adalah kurang menariknya cara penyajian fatwa-fatwa tersebut.
Digitalisasi fatwa dan keputusan-keputusan Majelis Tarjih perlu diperbarui dan disajikan dengan kemasan yang menarik agar lebih mudah diakses oleh generasi muda. Peningkatan dakwah digital di media sosial dengan pendekatan pemasaran digital juga sangat diperlukan.
Fatwa-fatwa Majelis Tarjih sering tidak muncul di peringkat atas mesin pencarian seperti Google, sehingga masyarakat lebih memilih fatwa dari sumber lain yang lebih mudah ditemukan. Kekurangan ini menunjukkan bahwa kemasan fatwa dan buku Himpunan Putusan Tarjih perlu diperbarui agar lebih menarik secara visual dan lebih relevan di era digital. (*)
Editor Wildan Nanda Rahmatullah