Profesor adalah sebuah jabatan akademik seorang dosen yang untuk memperolehnya dimulai dari jabatan akademik yang paling bawah yaitu Asisten Ahli (Asisten Profesor) untuk pangkat dan golongan IIIA dan IIIB, dan diteruskan ke jabatan Lektor (Lector) untuk IIIC dan IIID, Lektor Kepala (Associate Professor, atau Profesor Madya) untuk IVA-IVC, dan berakhir ke jabatan Profesor (Profesor Penuh) untuk pangkat dan golongan IVD dan IVE), yang semua adalah mencerminkan pengalaman dan pencapaian prestasi mereka pada bidang akademika.
Di samping pekerjaan pokok mendidik dan mengajar, seorang profesor juga diwajibkan untuk mengelola kegiatan ilmiah, yaitu mengerjakan penelitian di laboratorium, mempublikasikan penelitian, dan membimbing mahasiswa, dan berpartisipasi dalam layanan departemen dan fakultas pada universitasnya atau aktivitas akademika yang lain dalam lingkup nasional dan internasional. Peran profesor dapat sangat bervariasi tergantung pada institusi, disiplin ilmu tertentu, dan juga dalam masyarakat keilmuan ataupun profesi.
Istilah “profesor” pertama kali muncul di dunia akademis pada abad ke-14, berasal dari bahasa Latin “profesor”, yang berarti “orang yang diakui keilmuannya”. Saat awal, sebutan profesor ini merujuk pada seseorang yang mengajar atau diakui pengetahuannya dalam bidang studi tertentu, khususnya di universitas.
Pada akhir abad pertengahan, ilmu ini menjadi lebih formal dikaitkan dengan fakultas universitas, khususnya dalam konteks institusi pendidikan. Transisi dari peran pengajar (dosen) ke jabatan profesor merupakan lompatan yang sangat penting dalam dunia pendidikan tinggi. Hal ini membuat banyak orang tertarik pada dunia akademis untuk bercita-cita menjadi profesor karena berbagai alasan kuat, dan kepentingan dalam konteks pragmatis.
Para dosen mengembangkan kecintaannya yang mendalam pada mata kuliah yang mereka ampu dan bidang penelitian mereka geluti. Transisi ke jabatan profesor memungkinkan mereka untuk mempelajari lebih dalam disiplin ilmu mereka, terlibat dengan teori-teori yang kompleks dan aplikatif, dan melakukan penelitian tingkat lanjut dan berskala luas.
Para profesor memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi topik dengan lebih rinci, berkontribusi pada rumpun ilmu pengetahuan, dan mendorong inovasi di bidangnya sedang berkembang. Penelitian akademis ini sering kali menjadi kekuatan pendorong para profesor untuk menemukan stimulasi intelektual dan juga untuk berbagi temuan mereka dengan masyarakat yang lebih luas.
Banyak profesor yang berhasil dalam melakukan pembimbingan, menikmati peran pembimbingan mahasiswa melalui perjalanan belajar mereka di kampus. Tidak hanya membimbing mahasiswa, sebagai profesor, mereka dapat membimbing para dosen (pendidik), peneliti, dan profesional masa depan, sehingga membentuk generasi berikutnya yang bermakna untuk bangsanya.
Lingkungan akademis memungkinkan pengalaman pembimbingan yang lebih mendalam, dengan peluang untuk memengaruhi mahasiswa dalam fase transisi yang sangat penting dalam kehidupan mereka. Para profesor sering kali menemukan titik kebahagiaan dalam mendukung dan mengembangkan aspirasi akademis dan profesional mahasiswa, dan membantu mereka dalam menavigasi jalan mereka di dunia yang kompleks.
Untuk banyak dosen, keinginan untuk terlibat dalam penelitian merupakan motivasi yang kuat, walaupun tidak sedikit dosen yang hanya mempunyai semangat untuk mengajar. Hal ini yang menghambat dosen untuk menjadi seorang profesor.
Karena kalau hanya mengajar, maka wawasan keilmuannya tidak akan bertambah secara signifikan. Menjadi seorang profesor mempunyai kewajiban untuk menawarkan kesempatan untuk melakukan penelitian bermakna yang dapat diterapkan di dunia nyata melalui studi empiris, eksplorasi teoretis, projek kolaboratif, dan solutif.
Profesor berkontribusi pada bidang ilmunya dengan cara mendorong perubahan kebijakan, meningkatkan praktik, dan memajukan ilmu pengetahuan. Aspek penelitian ini, para profesor dapat merasakan bahwa ide dan temuan mereka telah diterapkan di luar kampus.
Mengajar adalah profesi yang menerjemahkan tentang pertumbuhan dan pembelajaran. Transisi ke jabatan profesor sering kali dipandang sebagai kemajuan alami dalam perjalanan pendidikan seumur hidup dari seorang pendidik (dosen).
Para profesor didorong untuk melanjutkan pembelajaran mereka melalui pengembangan ilmu secara profesional, menghadiri konferensi, simposium, dan seminar, menerbitkan artikel, dan berkolaborasi dengan para kawan ilmuwan dan juga stake holder dari berbagai belahan dunia. Atmosfer (situasi) akademik ini memupuk suasana perbaikan (improvement) secara terus-menerus, yang memungkinkan mantan profesor (emiritus) untuk tetap dapat terlibat dalam pengembangan bidangnya dan berkembang sebagai pendidik dan cendekiawan.
Profesor sering kali memiliki platform untuk mempengaruhi kebijakan dan praktik pendidikan dalam skala yang lebih luas (kebangsaan), sehingga menjadi wajar jika profesor disebut sebagai pemikir bangsa. Melalui penelitian, publikasi, dan keterlibatannya dalam masyarakat, mereka dapat mengadvokasi perubahan untuk meningkatkan sistem pendidikan sebuah bangsa.
Banyak dosen (pendidik) termotivasi untuk melakukan perubahan, dan menjadi profesor adalah menjadi salah satu yang memungkinkan untuk mereka berkontribusi dalam membentuk masa depan pendidikan Indonesia, yang berdampak tidak hanya pada kampusnya, tetapi juga seluruh sistem pendidikan.
Sebagai profesor, mereka dapat memperluas dampak pemikiran dan karyanya ke isu-isu sosial yang lebih besar, dengan mengeksplorasi topik-topik seperti keadilan sosial, kesetaraan, demokrasi, akses terhadap pendidikan, dan kehidupan secara luas.
Banyak yang bercita-cita untuk menyelesaikan masalah-masalah penting melalui penelitian dan pengajaran mereka, serta berupaya menciptakan peta jalan (roadmap) pendidikan bangsa yang lebih adil dan bermartabat. Dampak yang lebih luas ini merupakan motivator yang kuat untuk mereka yang ingin memanfaatkan keahlian mereka untuk kemaslahatan yang lebih besar.
Terakhir, seorang dosen mengejar dan memperoleh jabatan akademik profesor adalah dapat mewakili puncak dedikasinya selama bertahun-tahun terhadap pengabdiannya pada bangsa melalui pendidikan.
Pencapaian status ini sering kali disertai dengan rasa hormat dan pengakuan yang lebih besar di komunitas akademis dan juga masyarakat. Ini adalah sebuah prestise dan harga diri dari sebuah pengabdian, bukan yang lain. (*)
Editor Wildan Nanda Rahmatullah