PWMU.CO – Dalam beberapa bulan terakhir, banyak laporan mengenai publik figure seperti artis, pengusaha, dan politisi yang meraih gelar doktor, baik yang diperoleh secara kehormatan (honoris causa) maupun melalui proses akademik. Apa yang mendorong publik figur tersebut untuk tetap berupaya mendapatkan gelar ini?
Dilansir dari web um-surabaya.ac.id, Radius Setiyawan, dosen Cultural Studies di Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), menilai fenomena tersebut sebagai usaha individu untuk memperkuat posisi mereka dalam struktur sosial masyarakat.
Bourdieu, seorang sosiolog terkemuka, mengemukakan bahwa untuk memperkuat posisi seseorang dalam masyarakat, diperlukan kepemilikan modal. Modal ekonomi mencakup kekayaan, sumber daya fisik, dan alat produksi yang dimiliki oleh individu.
Modal budaya merujuk pada akses individu terhadap pendidikan serta kedudukan mereka dalam struktur sosial. Di sisi lain, modal sosial berkaitan dengan akses ke jaringan, sedangkan modal simbolik adalah pengakuan sosial yang memberikan kekuasaan simbolik.
“Dalam konteks pendidikan, usaha yang dilakukan oleh beberapa publik figur merupakan upaya untuk memperkuat kapital budaya,” ucap Radius Selasa (22/10/2024).
Radius menjelaskan bahwa modal budaya adalah aset sosial yang dapat memengaruhi akses individu terhadap pendidikan serta kedudukan mereka dalam struktur sosial.
Dia juga menambahkan bahwa fenomena tersebut menegaskan pentingnya arena pendidikan sebagai ruang yang signifikan. Tindakan publik figur dianggap wajar dan normal, tetapi bisa menjadi masalah jika dalam praktiknya menunjukkan gejala deotonomisasi dalam pendidikan. Dalam hal ini, untuk meraih gelar akademik, tidak lagi diperlukan modal spesifik yang ketat dan serius; sebaliknya, modal sosial dan ekonomi menjadi faktor yang dominan.
“Bisa jadi sedang terjadi konversi atau pertukaran modal ekonomi untuk mendapatkan modal budaya. Hal tersebut akan semakin mengukuhkan dominasi aktor dalam arena sosial. Ketika hal tersebut terjadi, bisa jadi akan mengancam ekosistem pendidikan kita. Kondisi yang tentu mengkhawatirkan,” pungkasnya. (*)
Penulis Amanat Solikah Editor Wildan Nanda Rahmatullah