PWMU.CO– Sebelas ribu pengungsi etnis Rohingya berdatangan ke penampungan Thanhkalli Coxs Bazaar di perbatasan Bangladesh. Kedatangan pengungsi ini menandakan situasi warga Rohingya belum aman di Myanmar.
Dr Fatah Abdul Yasir dari Muhammadiyah Disarter Management Center (MDMC) ketika dihubungi Sabtu (14/10/2017) melaporkan, data WHO menyebutkan jumlah pengungsi sekitar sebelas ribu orang. Mereka datang pekan lalu. Beberapa orang diberitakan meninggal saat perahu yang ditumpangi tenggelam menyeberangi sungai.
Ribuan pengungsi baru ini langsung memadati lokasi pengungsian yang kondisi sanitasi yang buruk, sangat kumuh, berdempetan, lembab, becek, dan, kekurangan air bersih. Pengungsi itu tinggal di tenda-tenda terpal. ”Sudah banyak yang terserang penyakit seperti ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas, Red), diare, disentri, bahkan pneumonia,” cerita Fatah. ”Alhamdulillah, ketersediaan tenaga medis dan obat sejauh ini terpenuhi,” sambung dokter yang sehari-hari bekerja di PKU Muhammadiyah Gombong, Kebumen.
Petugas kesehatan WHO langsung tanggap menyambut kedatangan pengungsi ini dengan membuka pos kesehatan. Selain itu ada juga pos kesehatan mobile (bergerak) untuk menjangkau daerah pengungsian yang belum terjangkau.
Fatah juga menyampaikan Muhammadiyah di bawah bendera IHA sudah sangat banyak berkontribusi dalam program kemanusiaan Rohingya. ”Dokter Corona sebagai koordinator program medis di IHA (Indonesia Humanitarian Alliance, Red) sudah membuka jalan agar secara legal tim medis bekerja membantu saudara -saudara kita yang membutuhkan,” jelasnya.
Bantuan dari luar negeri juga berdatangan untuk pengungsi. Ada yang disalurkan lewat pemerintah Bangladesh tapi ada juga yang disampaikan langsung lewat tim yang datang membantu pengungsi. ”Donasi yang terkumpul, insya Allah sangat membantu dan bermanfaat bagi saudara-saudara kita disini,” kata pria asal Yogyakarta itu.
Berita terkait: Eksklusif dari Pengungsian Rohingya di Coxs Bazzar bersama Rahmawati Husein
Terjun ke daerah bencana seperti ini, kata dr Fatah, perasaannya campur aduk antara bahagia dan haru. ”Saya sangat terharu dan senang bisa bergabung dengan tim yang luar biasa ini, karena dapat membantu secara langsung pada saudara-saudara yang ditimpah musibah. Saya diingatkan untuk selalu bersyukur apapun kondisinya,” tutur dia.
Suami dr Niken Resti Utami itu juga bercerita selama bertugas di Coxs Bazaar menghadapi cuaca yang tidak menentu seperti hujan yang turun tiba-tiba. Komunikasi juga jadi hambatan karena para pengungsi kebanyakan tidak bisa bahasa Inggris. ”Alhamdulillah ada dua pengungsi yang bisa bicara bahasa Inggris dan Melayu , mereka juga jadi relawan di IHA sehingga bisa membantu kami dalam berkomunikasi,” jelas Fatah. (uzlifah)