Makanan: Kesejahteraan dan Pertanggungjawaban
Di balik setiap suapan makanan terdapat surga dan neraka. Mengapa demikian? Karena makanan yang kita konsumsi adalah amanah dari Allah. Ketika manusia makan dengan kesadaran bahwa setiap butir nasi, setiap helai sayuran, dan setiap potong daging melalui proses panjang yang melibatkan banyak makhluk, maka ia akan lebih menghargainya dan berusaha untuk tidak menyia-nyiakan nikmat tersebut. Namun, jika manusia tidak memedulikan dari mana asal makanan itu atau berlebihan dalam konsumsinya, ia berisiko jatuh dalam ketidakadilan terhadap alam.
Makanan yang kita konsumsi bisa menjadi sarana kita untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan penuh rasa syukur atas segala nikmat yang diberikan. Namun, jika kita berlebihan, memakan apa yang bukan hak kita, atau bahkan merusak lingkungan demi produksi makanan yang berlebihan, kita juga bisa jatuh dalam dosa dan kerusakan yang akhirnya kembali pada diri kita sendiri.
Firman Allah dalam ayat ini mengajarkan kita untuk bersikap bijaksana dalam menjaga keselarasan dengan alam. Dengan menyadari bahwa makanan kita adalah bagian dari sistem ekologis yang sempurna, kita akan terdorong untuk hidup dalam harmoni dengan alam, mengambil secukupnya dan tidak merusak. Dalam setiap makanan terdapat unsur surga, jika kita merawatnya, namun juga ada ancaman neraka jika kita lalai dalam menjaga amanah tersebut.
Dengan demikian, memahami proses penciptaan makanan ini bukan hanya tentang memahami ilmu alam, tetapi juga menyadari peran kita sebagai hamba Allah yang bertanggung jawab dalam mengelola bumi. Sebuah tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan, tidak hanya bagi kita, tetapi juga bagi generasi yang akan datang.
Merenungi firman Allah dalam Surat Abasa ini seharusnya mengantarkan kita pada pemahaman yang lebih mendalam tentang peran kita sebagai khalifah di muka bumi. Setiap makanan yang kita konsumsi, jika direnungkan, dapat menjadi pengingat akan kekuasaan Allah dan tanggung jawab kita dalam menjaga alam semesta ini.
Dengan kesadaran ini, kita tidak hanya mengisi perut, tetapi juga menumbuhkan rasa syukur, tanggung jawab, dan sikap bijaksana dalam mengelola sumber daya yang Allah titipkan kepada kita. Semoga kita senantiasa dapat memaknai setiap nikmat Allah dengan penuh kesadaran dan rasa syukur. (*)
Editor Amanat Solikah