PWMU.CO – Tafsir At-Tanwir merupakan salah satu karya besar Muhammadiyah yang diharapkan dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan baru bagi umat Islam. Ide dan gagasan penulisan tafsir ini telah dimulai sejak tahun 2003 melalui berbagai diskusi, konferensi, dan program-program pendukung lainnya.
Hingga kini, proses penulisan dan penyusunan tafsir tersebut masih terus berjalan, melibatkan para mufasir (kader Muhammadiyah yang mendalami tafsir al-Quran) dan pembimbing yang ahli di berbagai bidang ilmu.
Dalam wawancara penulis dengan Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Dr Hamim Ilyas MAg, ia menjelaskan bahwa Tafsir At-Tanwir harus ditulis dengan pendekatan yang berbeda dari kitab-kitab tafsir sebelumnya. Tafsir ini diharapkan mampu mengekspresikan ajaran-ajaran yang khas dalam Muhammadiyah.
“Ajaran-ajaran Muhammadiyah tersebar di berbagai putusan resmi. Oleh karena itu, tafsir ini menjadi wadah untuk menyatukan ajaran-ajaran tersebut,” jelas Dr Hamim, Sabtu (16/11/2024).
Ia juga menekankan bahwa penulisan tafsir ini perlu memasukkan empat karakteristik utama, yaitu etos ilmu, etos sosial, etos ekonomi, dan etos agama (ibadah). Dengan demikian, tafsir ini dapat menjadi panduan bagi masyarakat dalam mengembangkan etos tersebut untuk memperbaiki kualitas agama dan kehidupannya.
“Kita harus beragama sebagaimana yang diajarkan dalam al-Quran, yaitu Islam Kaffah. Islam Kaffah ini mencakup orientasi peradaban, baik material maupun spiritual,” tambahnya.
Dr. Hamim berharap, melalui Tafsir At-Tanwir, umat Islam dapat menjadi teladan bagi umat lain dalam berbagai aspek kehidupan, baik yang bersifat ubudiyah (ibadah) maupun muamalah (hubungan sosial). Tidak hanya berorientasi pada akhirat, tetapi juga dunia. Pola keseimbangan ini, menurutnya, masih jarang diterapkan di masyarakat.
Padahal, sebagai umat yang berperadaban, mengimplementasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari adalah hal yang seharusnya dilakukan.
“Umat Islam harus menjadi umat yang utuh. Tidak hanya menekankan akhirat atau dunia saja, tetapi menyeimbangkan keduanya—antara ekonomi dan spiritualitas,” pungkasnya. (*)
Penulis Affan Kamal Mubarok Editor Wildan Nanda Rahmatullah