Oleh: Buntas Saptoaji
PWMU.CO – Di era digitalisasi yang serba canggih ini, teknologi telah mempermudah berbagai aktivitas manusia, termasuk dalam dakwah. Dakwah secara bahasa berarti “mengajak,” khususnya mengajak kepada kebaikan (amar ma’ruf) dan menjauhi hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT (nahi mungkar).
Sayangnya, perkembangan teknologi yang cepat seringkali membuat banyak orang, secara tidak sadar, menjadi semakin jauh dari Allah SWT. Hal ini terlihat dalam perubahan karakter, adab, dan perilaku yang semakin mengikuti arus zaman.
Oleh karena itu, sebagai umat Islam yang menyadari pentingnya dakwah, peran kita menjadi krusial untuk mengajak kembali pada jalan kebenaran sesuai prinsip amar ma’ruf nahi mungkar.
Namun, metode dakwah saat ini tentu berbeda dengan metode yang digunakan di zaman Rasulullah SAW. Dahulu dakwah dilakukan secara langsung dan melalui lisan, sedangkan kini kita dapat memanfaatkan teknologi, salah satunya melalui media sosial. Banyak orang Islam sekarang lebih sering membuka ponsel mereka daripada membaca al-Quran, dan inilah kesempatan bagi media sosial untuk dijadikan sarana berdakwah.
Dakwah melalui media sosial bersifat fleksibel dan dapat dilakukan oleh siapa saja, baik pria maupun wanita, melalui berbagai bentuk kegiatan sehari-hari. Meskipun begitu, dakwah melalui media sosial memiliki tantangan tersendiri yang berbeda dari dakwah pada zaman Rasulullah.
Tantangan ini tidak boleh mengurangi semangat kita untuk menyebarkan pesan kebaikan yang menjadi kewajiban dasar umat Islam. Dalam al-Quran disebutkan,
وَلْتَكُن مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُوْنَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ(عمران-١٠٤)
“Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Ali Imran: 104).
Dalam menyampaikan dakwah melalui media sosial, penting untuk menyatukan pandangan antara pendakwah dan audiens. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan ilustrasi yang sederhana agar dakwah dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Seringkali, dakwah di media sosial menimbulkan pro dan kontra, terutama jika materi yang dibahas berkaitan dengan fiqih yang mendalam. Hal ini kerap disalahartikan sebagai ajaran yang menyesatkan, hanya karena adanya perbedaan mazhab. Oleh sebab itu, tantangan bagi pendakwah adalah memberikan pemahaman bahwa perbedaan tidak berarti sesat, melainkan merupakan keragaman dalam beragama.
Selain itu, target dakwah di media sosial yang mayoritas anak muda menuntut kreativitas dari para pendakwah. Format video yang menarik secara visual dan audio akan lebih efektif untuk menjangkau anak muda sekaligus menyampaikan ajaran agama secara mendalam.
Media sosial juga memungkinkan dakwah menjangkau lebih banyak orang dari berbagai wilayah, sementara dari segi biaya, dakwah di media sosial lebih efisien karena hanya membutuhkan ponsel pintar dan koneksi internet.
Penggunaan kreator muda yang kompeten dalam berdakwah di media sosial menjadi nilai tambah. Kehadiran kreator muda dapat menampilkan kesan bahwa Islam adalah agama yang modern dan terbuka. Melalui para kreator muda yang memahami ajaran Islam serta memiliki kemampuan komunikasi yang baik, dakwah dapat disampaikan secara konsisten dan menarik. Selain itu, kreator muda juga mampu merespon berita negatif atau kesalahpahaman tentang organisasi seperti Muhammadiyah melalui klarifikasi yang bersumber dari al-Quran dan hadits terpercaya.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa optimalisasi media sosial dalam dakwah dapat menciptakan kesan positif tentang Islam, terutama bagi organisasi seperti Muhammadiyah yang memiliki misi amar ma’ruf nahi mungkar.
Dakwah melalui media sosial juga berpotensi mengubah persepsi masyarakat tentang Islam dengan menunjukkan sisi kreatif, konsisten, dan menjangkau luas. Oleh karena itu, para pendakwah masa kini diharapkan mampu memanfaatkan media sosial dengan baik, mengingat banyak anak muda yang menghabiskan waktu di platform ini. Anak muda juga diharapkan mampu menjadikan teknologi, khususnya media sosial, sebagai sarana dakwah.
Namun, dalam berdakwah, kita harus tetap menjaga etika komunikasi agar tidak memicu perpecahan di kalangan umat. Menjaga tulisan dan pesan, menghargai perbedaan, dan bijak dalam menyampaikan pesan menjadi langkah penting agar dakwah dapat membawa dampak positif serta meningkatkan persatuan.
Editor ‘Aalimah Qurrata A’yun