Oleh : dr Mohamad Isa SpP
PWMU.CO – Tanggal 1 Desember diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia. Tema tahun 2024 : “Take the rights path: My health, my right!” (Ambil Jalan yang Benar: Kesehatanku, Hakku!).
HIV/AIDS bisa bermanfestasi ke mana-mana dalam bentuk yang berbeda-beda pula. Manifestasi HIV/AIDS di organ Paru bisa berupa Tuberkulosis (TB) Paru. Dua penyakit ini yang dikenal “Double burden ” artinya dua penyakit ini mempunyai tingkat beban yang berat.
Penyakit ini, saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Data dari Global TB Report 2023 menunjukkan bahwa pada tahun 2022, diperkirakan terdapat 24.000 pasien TB yang juga terlaporkan terinfeksi HIV.
HIV (Human Immunodeficiency Virus). Dikenal sebagai penyakit dengan penurunan daya tubuh. Penurunan daya tahan tubuh karena virus ini menyerang pusat daya tahan tubuh.
Banyak teori yang dikembangkan terhadap proses terjadi HIV bisa berkembang ke manusia.
Penularan HIV bisa terjadi karena hubungan seksual yang “abnormal”, sehingga virus bisa berkembang dalam tubuh.
HIV merupakan virus yang menyerang sel limfosid dan sel makrofag yang bekerja sebagai sistem kekebalan tubuh, dapat menyebabkan tubuh menjadi lebih rentan atau lebih mudah terserang bakteri, jamur, virus ataupun penyakit lainnya.
Gejala klinis antara lain :
Tingkatkan dari penurunan ini ada grade 1-4.
Stadium 1 :
Fase ini disebut sebagai infeksi HIV asimtomatik dimana gejala HIV awal masih tidak terasa. Fase ini belum masuk kategori sebagai AIDS karena tidak menunjukkan gejala. Apabila ada gejala yang sering terjadi adalah pembengkakan kelenjar getah bening di beberapa bagian tubuh seperti ketiak, leher, dan lipatan paha.
Penderita Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) pada fase ini masih terlihat sehat dan normal namun penderita sudah terinfeksi serta dapat menularkan virus ke orang lain.
Stadium 2 :
Daya tahan tubuh ODHA pada fase ini umumnya mulai menurun namun, gejala mulai muncul dapat berupa:
- Infeksi saluran pernapasan
seperti siunusitis, bronkitis,
radang telinga tengah
(otitis), dan radang
tenggorokan. - Infeksi jamur pada kuku
dan jari-jari - Herpes zoster yang timbul
bintil kulit berisi air dan
berulang dalam lima tahun - Dermatitis seboroik atau
gangguan kulit yang
menyebabkan kulit
bersisik, berketombe, dan
berwarna kemerahan. - Radang mulut dan
stomatitis (sariawan di
ujung bibir) yang
berulang.
Stadium 3 :
Pada fase ini mulai timbul gejala-gejala infeksi primer yang khas sehingga dapat mengindikasikan diagnosis infeksi HIV/AIDS.
Gejala pada stadium 3 antara lain:
- Diare kronis yang
berlangsung lebih dari
satu bulan tanpa
penyebab yang jelas. - Penurunan berat badan
kurang dari 10% berat
badan sebelumnya
tanpa penyebab yang
jelas. - Demam yang terus hilang
dan muncul selama lebih
dari satu bulan. - Infeksi jamur di mulut (
(Candiasis oral). - Tuberkulosis paru.
- Radang mulut akut,
radang gusi, dan infeksi
gusi (periodontitis) yang
tidak kunjung sembuh. - Penurunan sel darah
merah, sel darah putih,
dan trombosit.
Stadium 4 :
Fase ini merupakan stadium akhir AIDS yang ditandai dengan pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh dan penderita dapat merasakan beberapa gejala “infeksi oportunistik” yang merupakan infeksi pada sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Beberapa gejala dapat meliputi:
- Pneumocystis Jirovecii
Pnemonia (PCP)
dengan gejala kelelahan
berat, batuk kering, sesak
nafas, dan demam. - Infeksi bakteri berat,
infeksi sendi dan tulang,
serta radang otak. - TB Paru berat dan TB
Ekstra Paru. - Sarcoma Kaposi atau
kanker yang disebabkan
oleh infeksi virus
Human Herves
Virus 8(HHV8). - Toxoplasmosis cerebral
yaitu infeksi toksoplasma
otak yang menimbulkan
abses di otak. - Penurunan kesadaran,
kondisi tubuh ODHA
sudah sangat lemah
sehingga aktivitas
terbatas. - Oral Hairy cell Leukoplakia
(OHL). - Infection Cytomegalo virus
(CMV). - Popular Pruritus Eruption
(PPE ). - Mycobacterium Avium
Complex ( MAC).
Diagnosis HIV/AIDS :
Apabila menyadari perilaku beresiko, segera melakukan pemeriksaan untuk mendapatkan diagnosa pasti HIV, di test dengan test cepat untuk melihat antibodi dan pemeriksan virologi dengan PCR.
- Test antibodi untuk mendeteksi infeksi HIV/AIDS adalah sebagai berikut:
* Rapid test : dilakukan dengan meletakkan sampel darah pasien ke dalam alat tes HIV yang terdapat antigen HIV. Tes ini dapat selesai dengan cepat, bahkan hanya memerlukan waktu 20 menit. Namun, rapid test memiliki tingkat akurasi yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis pemeriksaan lain, kemungkinan dapat menghasilkan positif palsu atau negatif palsu.
*ELISA test : dilakukan dengan memasukkan sampel darah pasien ke dalam tabung khusus. Kemudian, sampel darah tersebut akan dianalisis pada laboratorium untuk dilihat apakah terdapat kandungan antibodi HIV. Tes ini biasanya memerlukan waktu 1-3 hari.
*Western blot test : merupakan tes lanjutan dari ELISA test. Lebih tepatnya, western blot test dilakukan untuk memastikan adanya pengikatan spesifik antibodi terhadap protein HIV.
- Antibodi-Antigen. Test antibodi-antigen
atau Ab-Ag test merupakan kombinasi pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi protein p24 (antigen HIV) serta
antibodi HIV-1 atau HIV-2 di dalam
darah pasien. Test ini dinilai lebih akurat dan bisa dijadikan sebagai pemeriksaan dini dari penyakit HIV/AIDS karena antigen akan muncul lebih cepat daripada antibodi, yaitu sekitar 2 sampai 6 minggu setelah terinfeksi. - Test PCR Test PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan pemeriksaan HIV yang dinilai memiliki tingkat akurasi paling tinggi. Test ini dilakukan dengan memeriksa materi genetik HIV, yaitu DNA atau RNA, di dalam darah pasien pada laboratorium. Namun, hasil dari test ini memerlukan waktu yang lebih lama, yakni mencapai 2 hari.
Pemeriksaan Cluster Differensiasi (CD)4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. CD4 pada orang dengan sistem kekebalan yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia.
Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol).
Pengaruh Sel CD4 terhadap HIV.
Perlu diketahui jika virus HIV atau Human Immunodeficiency Virus yang masuk ke dalam tubuh bekerja dengan cara mengejar sel CD4, yang kemudian mengikatkan dirinya sekaligus masuk ke dalam sel CD4. Selanjutnya, virus HIV akan membunuh sel CD4 dan bereplikasi.
Jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera, virus HIV dapat terus bereplikasi di dalam tubuh yang berakibat pada peningkatan jumlah virus atau viral load.
Di waktu yang bersamaan, semakin banyak jumlah virus maka terjadi juga penurunan sel-sel CD4.
Pada kondisi yang lebih buruk, sel CD4 akan semakin sedikit dan seseorang akan memasuki fase AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu kondisi kronis yang diakibatkan virus HIV. Umumnya, indikasi seseorang mengidap AIDS adalah hasil pemeriksaan yang menunjukkan kadar CD4 berada di bawah angka 200 sel/mm3. Dengan kata lain, pada angka tersebut, kondisi daya tahan tubuh seseorang sangat lemah dan mudah diserang berbagai virus dan bakteri.
Penyakit Tuberkulosis.
Sementara itu TB adalah penyakit yang disebabkan karena kuman/bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang, dengan dinding yang tebal yang dilapisi wax. Terjadi TB karena seseorang yg terpapar kuman TB, posisi kuman TB tersebut bisa tidur (dormant) dalam tubuh seseorang. Terjadi “pertempuran” antara daya tahan tubuh dan virulensi kuman TB. Bila daya tahan tubuh turun, maka kuman TB yang tidur tadi, akan mudah berkembang (reaktivasi).
Pasien dengan gejala batuk 3 minggu dan gejala sistimik lain seperti fibris, lemah, letih dan berkeringat, dan terkena HIV harus dicurigai kuat terkena TB, sampai di buktikan bukan terkena TB.
Cara pembuktiannya dengan pemeriksaan foto dada dan pemeriksaan dahak dengan metode TCM (Test Cepat Molekuler), BTA dan pemeriksaan dengan LF-LAM dengan bahan urine (Untuk HIV Stadium 3 dan 4).
Pasien yang terdiagnosa TB, yang ada penyakit HIV, termasuk pasien TB yang dicurigai terjadi Resisten Obat Anti Tuberkulosis(OAT). Karena pasien dengan TB dan HIV punya potensi terjadi MDR (Multi Drug Resisten).
Pengobatan :
Pengobatan memerlukan biaya yang banyak dan akan menjadi beban negara. Pengobatan pasien HIV dengan TB , akan diawali pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) sesuai dengan diagnosa TB yang didapat. Bisa golongan OAT yang Sensitif Rifampicine (RS) atau Resisten Rifampicine (RR).
Setelah 2 – 8 minggu, baru diberi obat ARV ( Anti Retroviral).
Regimen ARV yang dianjurkan TDF (Lamivudin) + 3TC (Tenofovir) + EFV (Efavirenz) 600 yang terdiri dari 2 Golongan NRTI (Nucleoside Reserve Transcriptase Inhibitor) dan 1 Golongan NNRTI (Non Nucleoside Reserve Transriptase Inhibitor).
Diberi juga obat Kotrimoksasol, untuk mencegah terjadinya Infeksi Opportunitis (IO).
Untuk pengobatan TB, diberikan OAT selama 6 bulan atau lebih tergantung respon terapi. Untuk ARV diminum seumur hidup.
Pengendalian TB dan HIV harus dilakukan dalam suatu “kolaborasi” yang bersinergi sehingga mampu menurunkan angka kesakitan dan kematian.
Pencegahan:
- Gaya hidup yang sehat.
- Lingkungan yang baik.
- Emosi yang terjaga.
- Olahraga.
- Obat TPT (Terapi
Pencegahan TB) pada
pasien dengan HIV, agar
tidak terkena TB. Obat
yang diberi
6H (6 bulan Isoniazide)
atau
3 HP (3 bulan Isoniazide
Rifampentine).
Penutup:
HIV dan TB bisa diminimalkan asal ada kemauan semua pihak.
Banjarmasin, 1 Desember 2024.
Editor Azrohal Hasan