Kasus HIV-AIDS di Indonesia
Kasus penderita HIV-AIDS di Indonesia masih tergolong tinggi. Kementerian Kesehatan RI memperikirakan jumlah orang dengan HIV-AIDS pada tahun 2024 mencapai 503.201 orang. Hingga Juni 2024, terdapat 351.378 pengidap HIV yang telah mengetahui status HIV mereka dan sebanyak 217.482 orang telah mendapatkan pengobatan anti retro viral (ARV).
Kemenkes RI telah meluncurkan sejumlah program untuk mempercepat penanggulangan HIV/AIDS, di antaranya: 1. Penjangkauan berbasis komunitas untuk populasi kunci; 2. Sameday ART, tes dan pengobatan HIV dalam satu hari; 3. PrEP (Profilaksis Pra-pajanan) untuk mencegah infeksi pada populasi kunci; 4. Layanan terintegrasi TB-HIV dan pemberian ARV multi-bulan; 5. Sistem Informasi SIHA 2.1, guna memantau data individu.
Indonesia juga mencanangkan target “95-95-95” untuk penanggulangan HIV-AIDS. Maksud dari target ini adalah 95% orang yang hidup dengan HIV mengetahui status HIV mereka; 95% orang yang mengidap HIV sedang menjalani pengobatan antiretroviral, dan 95% orang yang sedang menjalani pengobatan dengan ARV berhasil menghambat keberadaan HIV (viral load) di dalam tubuhnya. Target “95, 95, 95” ini diharapkan dapat tercapai pada tahun 2030 secara global, termasuk di Indonesia.
Upaya terbebas dari epidemi HIV
“Kapan dunia terbebas sepenuhnya dari HIV-AIDS?” Pertanyaan ini telah muncul sejak awal epidemi pada tahun 1980-an. Dengan lebih dari 1,3 juta infeksi baru setiap tahunnya, epidemi HIV ini masih terus berlanjut.
Walaupun berbagai upaya penemuan obat untuk mengatasi infeksi HIV dan upaya untuk menemukan vaksin HIV, hingga kini wabah HIV masih sulit untuk ditanggulangi. Dunia kesehatan belum berada di jalur yang tepat untuk memenuhi tujuan PBB yang ambisius guna mengakhiri HIV/AIDS pada tahun 2030.
Meski demikian, saat ini muncul optimis baru yang meningkat di kalangan para ahli penyakit menular. Yaitu setelah hasil uji klinik terhadap obat alternatif baru yang diberi nama Lenacapavir produksi Gilead Science, California sebagai standar pencegahan HIV.
Berdasarkan hasil uji klinik terhadap Lenacapavir, menunjukkan angka efektivitas 96% dalam mencegah infeksi HIV. Uji klinik ini diberikan kepada terhadap lebih dari 3.200 orang relawan di berbagai lokasi di Argentina, Brasil, Meksiko, Peru, Afrika Selatan, Thailand, dan Amerika Serikat. Hasil ini sesuai dengan uji klinis Lenacapavir sebelumnya yang diikuti oleh 5.300 orang relawan wanita di Afrika Selatan dan Uganda.
Konferensi AIDS 2024 bulan Juli yang lalu di Munich melaporkan bahwa hasil uji klinik Lenacapavir menunjukkan kemanjuran 100%. Gilead Sciences mengungkapkan bahwa tidak ada satu pun wanita yang menerima Lenacapavir sejak uji klinik dimulai pada bulan Agustus 2021 tertular HIV.
Hasil pengembangan obat baru anti-HIV ini merupakan terobosan dan optimis baru yang menjanjikan. Obat Lenacapavir bersifat long acting diberikan melalui suntikan dua kali setahun, merupakan alternatif baru terhadap terhadap upaya pencegahan infeksi HIV saat ini.