Deschooling Indonesia
Kolom oleh Daniel Mohammad Rosyid *)
PWMU.CO – Jika budaya bangsa adalah gugusan nilai-nilai yang memandu serta menggerakkan bangsa itu dalam semua proses pengambilan keputusannya, maka kita harus memeriksa bagaimana pendidikan bangsa dirancang dan dipraktikkan untuk memahami keterpurukan kita saat ini. Lalu merumuskan strategi kebudayaan untuk kebangkitan bangsa ini.
Membangun budaya bangsa pada akhirnya harus diartikan sebagai membangun jiwa merdeka (lihat lagu Indonesia Raya) sebagai syarat budaya atas Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
Kita harus berani mengakui, bahwa saat ini kita masih terjajah. Kemerdekaan jiwa itu syarat bagi semua tindakan bebas yang menimbulkan tagihan akuntabilitas atas semua keputusan yang kita ambil, terutama para pemimpin. Inilah nilai terpenting dalam budaya sebagai kompleks nilai-nilai.
Bukti keterjajahan itu adalah kegagalan kita dalam mewujudkan Pancasila dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengakuan keterjajahan ini penting—seperti yang dikatakan oleh Buya Syafii Ma’arif—sebagai papan lontar revolusi mental bangsa yang digagas oleh Presiden Joko Widodo sendiri.
Kerusakaan luas multidimensional yang kini terjadi sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan banyak pemimpin untuk memikul tanggungjawab. Ini merupakan cermin jiwa yang terjajah dan tanpa martabat.
BACA JUGA IPK Bukan Faktor Utama Kesuksesan Hidup, Ada 7 Faktor Penting Lainnya
Seperti yang diwasiatkan Ki Hadjar Dewantara, membentuk jiwa merdeka itu seharusnya menjadi misi pendidikan yang paling penting. Bukan kompetensi teknis, daya saing, atau bahkan iman dan taqwa ataupun akhlaq mulia. Jiwa merdeka adalah ladang subur bagi nilai-nilai cerdas, jujur, amanah, dan peduli.
Namun pada saat pendidikan diartikan sebagai persekolahan belaka, sebagai instrumen teknokratik kapitatistik, maka untuk merevolusi mental bangsa itu kita harus melakukan deschooling. Tugas-tugas utama pendidikan harus dikembalikan pada keluarga dan masyarakat, baru sisanya bisa kita serahkan pada persekolahan.
Monopoli persekolahan pada Sistem Pendidikan Nasional harus dihentikan.
Yogyakarta, 22 oktober 2017
*) Daniel Mohammad Rosyid adalah Guru Besar ITS Surabaya. Pernah jadi tim ahli Majelis Dikdasmen PWM Jatim periode 2010-2015.