Kebijakan Pemilihan Kepala Daerah
Oleh karena itu, kebijakan ini tidak dapat dibandingkan secara langsung, dan penting untuk dipahami bahwa pemilihan kepala daerah merupakan hasil dari reformasi atau dampak dari desentralisasi kekuasaan serta otonomi daerah yang muncul sebagai nilai pasca-reformasi.
“Artinya bahwa pasca reformasi ini penting untuk memberikan hak seluas-luasnya bagi masyarakat atau konstituen untuk memilih calon yang baik dan benar,” paparnya.
Namun, menurut Satria, masalah utama saat ini adalah adanya praktik politik uang, seperti jual beli rekomendasi, yang menjadi isu serius. Hal ini tidak hanya mempengaruhi masa depan demokrasi, tetapi juga menjadi akar permasalahan dalam negara hukum, di mana budaya politik uang menyebabkan tingginya biaya politik dan terjadinya praktik jual beli suara atau rekomendasi.
Contohnya, jika lawannya hanya kotak kosong, itu semua disebabkan oleh perilaku elit politik yang bertarung di 550 kabupaten, kota, dan provinsi dengan metode yang salah, yang pada akhirnya malah merusak demokrasi.
Selanjutnya, menurut Satria, yang perlu diperhatikan adalah bahwa ide ini tidak seharusnya hanya untuk memenuhi kepuasan aktor politik tertentu, tetapi harus benar-benar didasarkan pada sejauh mana ide tersebut bermanfaat atau tidak bagi masyarakat, serta sejauh mana masyarakat atau konstituen menerima atau menolaknya.
“Maka perlu analisis yang mendalam untuk memahami hal tersebut,” tutup Satria. (*)
Penulis Amanat Solikah Editor Azrohal Hasan