Peran Forum Komunikasi Pemuda Sawah Sumur (FKPS)
Inisiatif besar ini tidak lepas dari peran Forum Komunikasi Pemuda Sawah Sumur (FKPS), sebuah organisasi yang didirikan oleh pemuda setempat. FKPS memiliki visi memberdayakan masyarakat Desa Sawah Sumur melalui pendidikan dan ekonomi. Madrasah Ibu adalah salah satu hasil nyata dari kerja keras mereka.
Selain fokus pada pendidikan, FKPS juga memiliki berbagai program pemberdayaan ekonomi. Mereka mendirikan beberapa unit usaha seperti Bappedes Koperasi Syariah, Baitul Mall, Kurirku, dan Grosirku. Semua inisiatif ini dirancang untuk membantu masyarakat meningkatkan taraf hidup mereka secara mandiri.
“Kami ingin menciptakan desa yang mandiri, di mana pendidikan dan ekonomi saling mendukung. Madrasah Ibu adalah awal dari visi besar kami,” ujar salah satu anggota FKPS.
Meski belum mendapat bantuan dari pemerintah, FKPS terus bergerak dengan semangat kolektif dan dukungan masyarakat.
Semangat Juang di Tengah Keterbatasan
Apa yang dilakukan oleh Atun Istiana, FKPS, dan masyarakat Desa Sawah Sumur adalah contoh nyata dari semangat juang di tengah keterbatasan. Meski jauh dari kemewahan, mereka menunjukkan bahwa pendidikan dan pemberdayaan ekonomi bisa dimulai dari hal-hal kecil. Dengan memanfaatkan ruang sederhana, mereka telah menciptakan perubahan besar yang dirasakan oleh banyak orang.
Madrasah Ibu bukan sekadar tempat belajar mengaji. Ia adalah simbol dari semangat belajar, kebersamaan, dan harapan akan masa depan yang lebih baik. Pulau Kangean, dengan segala keterbatasannya, kini menjadi bukti bahwa perubahan bisa dimulai dari mana saja, selama ada kemauan dan ketulusan.
Tantangan terbesar yang dihadapi oleh Atun Istiana dan FKPS adalah keterbatasan fasilitas dan infrastruktur di Pulau Kangean. Akses menuju pulau ini sulit, dan listrik sering kali padam secara bergilir. Namun, hal ini tidak menyurutkan semangat mereka. Para lansia tetap belajar meski dengan penerangan seadanya, dan anak-anak tetap datang ke TK atau les meski fasilitasnya minim.
Selain itu, buku dan alat belajar sering kali tidak mencukupi. “Kami harus kreatif memanfaatkan apa yang ada. Jika tidak ada buku, kami membuat materi sendiri atau berbagi buku yang kami miliki,” kata Atun Istiana. Ia juga berharap pemerintah atau pihak-pihak lain dapat memberikan dukungan, baik dalam bentuk fasilitas maupun pelatihan.