Oleh Imam Shamsi Ali – Poetra Kajang di kota New York
PWMU.CO – Saya apresiasi dan sepakat dengan Presiden Prabowo Subianto. Pidatonya pada pertemuan kelompok 8 negara berkembang atau yang disingkat Negara D-8 (Developing 8 Countries), Presiden ke-8 RI menyampaikan pernyataan — yang menurut saya sebagai — keluhan batin. Beliau merasa prihatin dengan jumlah umat Islam yang sedemikian besar namun berada pada posisi yang termarjinalkan?
Menurut Prabowo, umat ini tampak lemah dan naif melakukan sesuatu yang riil (nyata) untuk membela dan membantu saudara-saudaranya yang teraniaya di berbagai belahan duni. Khususnya lagi mereka saat ini berada di Gaza, Palestina.
Presiden Prabowo dengan sangat vulgar memberikan sebuah pertanyaan, “kenapa para pemimpin umat belum juga mampu membantu bangsa Palestina? What’s wrong with us?”
Jumlah umat Islam yang sangat besar, baik dalam bilangan negara (57 negara) maupun bilangan penduduk (sekitar 1.8 hingga 2 milyar manusia). Secara geografis negara-negara Islam ini sebagian besar berada pada wilayah yang subur dan kaya raya sumber daya alam (natural resources). Tapi semua itu masih memperlihatkan kondisi umat yang masih nampak sangat lemah. Sehingga sangat tidak berdaya untuk bisa membantu dan menyelamatkan saudara-saudara seiman pada seluruh belahan dunia, termasuk Gaza atau Palestina.
Dalam penilaian saya, Presiden Prabowo sangat gamblang seolah menyatakan, “kita hanya bisa ngomong doang.” Kemampuan negara-negara Islam yang hanya memberi bantuan-bantuan kemanusiaan — pun dengan jumlah yang sangat terbatas — itu seringkali hanya untuk kepentingan “memoles imej” (pencitraan.red) saja bagi pemimpin-pemimpin negara Muslim itu.
Karena itu, Presiden Prabowo mengajak semua untuk melihat realita bahwa respon negara-negara Islam selama ini masih belum efektif. Sementara penderitaan saudara-saudara kita telah sampai pada tingkatan yang keluar dari kemampuan nalar memahaminya (beyond comprehension).
Presiden Prabowo secara pedas juga menegaskan bahwa arogansi penjajah dan para sekutunya telah merendahkan dan menginjak-nginjak martabat dan kehormatan umat Islam. Ragam resolusi dan kesepakatan pada berbagai forum dan tingkatan, termasuk kesepakatan pada forum PBB. Tapi semua itu seperti tak ada artinya, sehingga seenaknya mereka tak menghiraukan dan bahkan melanggarnya. Sedangkan para pemimpin umat Islam sendiri juga tidak mampu berbuat apa-apa kecuali sekedar “omon-omon”. Mampunya hanya membuat berbagai deklarasi dan kutukan-kutukan dalam pertemuan-pertemuan tingkat tinggi, termasuk yang Presiden Prabowo juga ikuti.
Ada satu hal pada pidato itu dari pidato Presiden Prabowo yang sangat mengena. Khususnya mereka yang berada pada posisi kepemimpinan namun justru menjadi penyebab utama krisis dan kelemahan umat Islam saat ini. Yaitu karena mereka (pemimpin-pemimpin umat) itu yang tidak mampu merajut persatuan antar negara dan umat. Para pemimpin itu justru lebih gemar bertengkar (quarrel) dengan sesama pemimpin Islam lainnya. Presiden Prabowo menyebutkan Sudan dan Yaman sebagai contoh sebagai negara yang tidak pernah lelah berkonflik dengan sesamanya. Belum lagi yang terjadi pada negara Turki, Mesir di satu sisi, Iran maupun Saudi Arabia.
Apa yang disampaikan Prabowo itu mewakili perasaan saya, realita yang sering saya sampaikan di mana-mana. Dalam berbagai kesempatan saya sampaikan bahwa “penderitaan-penderitaan yang dialami oleh saudara-saudara kita di berbagai belahan dunia, khususnya Palestina, bukan karena semata-mata musuh-musuh umat itu yang terlalu kuat. Tapi juga karena faktor kelemahan umat ini karena faktor gagalnya umat, khususnya para penguasa untuk mewujudkan persatuan antar mereka umat dan negara Islam”.
Sesungguhnya pidato Presiden RI itu, tanpa disadari, merupakan penggambaran pada penafsiran dari berbagai ayat Al-Qur’an maupun Hadis Rasulullah SAW. Betapa banyak ayat-ayat maupun hadis dari Rasulullah yang mengajarkan tentang pentingnya persatuan dan bahaya perpecahan.
Allah berfirman dalam Al-Quran Surah Al-Anfal:
وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَنَٰزَعُواْ فَتَفۡشَلُواْ وَتَذۡهَبَ رِيحُكُمۡ ۖ وَٱصۡبِرُوٓاْ ۚ
“Dan taati Allah dan Rasul-Nya dan jangan saling terpecah belah. Karena dengan itu kamu akan gagal dan kekuatanmu hilang”.
Sayangnya, sepertinya Presiden Prabowo lupa untuk menyebut permulaan ayat itu, yaitu “Dan taatilah Allah dan RasulNya…”. Bahwa untuk mewujudkan persatuan antar sesama umat Islam, termasuk pemimpin Islam dan muslim, pentingnya “taat Allah dan RasulNya” terlebih dahulu. Selama ini umat dan para pemimpinnya sepertinya kurang mengutamakan ketaatan kepada Allah. Akibatnya pembangunan bangsa, persatuan dan kebersamaan tetap hanya menjadi impian abadi tanpa menjadi kenyataan yang sebenarnya.
Karenanya, harapan dan doa saya semoga para pemimpin Islam — termasuk Presiden Indonesia — agar semakin mendekatkan diri kepada Allah dalam ketaatan. Jika para pemimpin itu memiliki hati dan pikiran yang sama dalam ketaatan, insya Allah akan terwujud secara alamiah kebersamaan dalam membela saudara-saudara seiman yang terdzalimi.
Karena itu pula, Jika seruan kepada persatuan itu tidak kunjung terwujud berdasar ketaatan kepada Allah, saya pun khawatir bahwa seruan itu sekedar “omon-omon” belaka yang tak terhiraukan. Hopefully not!
Manhattan, 23 Desember 2024
Editor Notonegoro