Tantangan dalam Proses Persidangan
Diskusi dalam sesi ini juga menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi korban kekerasan. Di antaranya adalah stigma sosial yang membuat korban enggan melapor, kurangnya akses terhadap layanan hukum, dan lambannya proses peradilan. Selain itu, aparat hukum sering kali kurang sensitif terhadap isu-isu gender, sehingga mempersulit proses hukum bagi korban perempuan dan anak.
Sebagai solusi, Agus menyarankan peningkatan pelatihan bagi aparat penegak hukum, pemberian edukasi hukum kepada masyarakat, dan penyediaan akses layanan hukum yang mudah dijangkau.
“Hukum bukan hanya milik segelintir orang. Ia harus bisa diakses oleh siapa saja, termasuk mereka yang berada dalam kondisi rentan,” tegasnya.
Pelatihan ini bertujuan mencetak paralegal yang tidak hanya memahami aspek hukum, tetapi juga memiliki empati terhadap korban. Agus menekankan pentingnya pendekatan yang humanis dalam mendampingi korban.
“Sebagai paralegal, Anda adalah jembatan antara korban dan keadilan. Anda harus menjadi pendengar yang baik, sekaligus memberikan arahan yang tepat.”
Peserta juga mendapatkan wawasan tentang proses peradilan pidana, yang meliputi pelaporan, penyelidikan, penuntutan, hingga persidangan. Tahapan ini dijelaskan secara rinci, termasuk bagaimana memastikan bukti-bukti, seperti hasil visum dan keterangan saksi, dapat mendukung kasus korban di pengadilan.
PWNA Jawa Timur berharap pelatihan ini dapat menjadi langkah awal dalam menciptakan ekosistem hukum yang lebih inklusif bagi korban kekerasan.
“Kami ingin para paralegal yang dilatih di sini menjadi agen perubahan di komunitas mereka,” ujar ketua panitia Fazat Azizah.
Dengan pengetahuan yang mendalam dan keterampilan praktis, para paralegal diharapkan mampu memberikan pendampingan hukum yang efektif bagi perempuan dan anak yang membutuhkan.
Acara ini sekaligus menjadi pengingat bahwa perjuangan melawan kekerasan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat. Dengan sinergi yang kuat, keadilan dan perlindungan bagi korban bukan lagi sekadar harapan, melainkan sebuah kenyataan yang bisa diwujudkan. (*)
Penulis Hervina Emzulia Editor Amanat Solikah