Oleh: Emha Ainun Nadjib
Karena otak lèlèt, baru akhir-akhir ini saya memahami bahwa yang dimaksud oleh Indonesia dengan Ketuhanan Yang Mahaesa adalah Materialisme. Sila kedua hingga keempat adalah Mesin Kapitalisme Liberal. Adapun Sila kelima Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia maknanya adalah Hedonisme. Kemakmuran fisik dan kemewahan cara hidup. Kalau menurut Islam mungkin hubbud dunya yang risikonya karohiyatul maut.
Yang dimaksud tuhan adalah sesuatu yang diutamakan. Dinomorsatukan. Diletakkan tertinggi di skala prioritas pembangunan negaranya dan kehidupan bangsanya. Ketuhanan adalah segala potensi dan aset yang dinomorsatukan: uang sebanyak-banyaknya, modal sebengkak-bengkaknya, akses seluas-luasnya, kekuasaan sekokoh-kokohnya, pasar setakterbatas-takterbatasnya.
Keterlibatan ke dan di dalam gelombang, struktur, sistem, jala raksasa dan tentakel-tentakel kapitalisme liberal, merupakan ghirrah atau gairah utama bangsa ini dalam menempuh kehidupan. Orang keluar rumah, bersekolah, kuliah, mencari pekerjaan, bekerja, berkhayal, berjuang, ketekunan, tekad, tak mau menyerah, melakukan segala cara, serta seluruh potensialitas fisik dan psikologis – dikerahkan untuk mendapatkan tempat senyaman-nyamannya di rumah besar kapitalisme liberal.
Mungkin juga orang beribadah dan berdoa, gagasan utamanya adalah mengharapkan Tuhan membantu proses peletakan mereka di dalam kapitalisme liberal dan hedonisme cara hidup itu. Tuhan Yang Mahaesa adalah pencapaian materialisme yang disembah, dijadikan titik tujuan hidup, acuan bagi semua pertimbangan dan strategi masa depan. Inna sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati limakmur, kaya wa berfoya-foya.
Yang dimaksud Keadilan di sila kelima oleh Indonesia sebenarnya adalah kemakmuran, kekayaan dan kemewahan. Apakah itu untuk seluruh rakyat Indonesia? Pembangunan kita belum sampai ke tahap itu. Kita negara masih muda. Baru 72 tahun. (*)