Penulis : Sukadiono
Ketua PWM Jatim dan Deputi II Menko PMK
PWMU.CO – Sejak Muhammadiyah berdiri tahun 1912, anggota Muhammadiyah terdiri dari berbagai kader diaspora yang aktif menjadi kader umat dan bangsa. Di kepemimpinan Presiden Prabowo kader-kader Muhammadiyah semakin dipercaya dengan banyaknya diaspora kader Muhammadiyah di Pemerintahannya.
Kalau memotret kelahiran Muhammadiyah tahun 1912 yang mendahului kelahiran bangsa (1920-an) dan negara (1945) Indonesia telah menunjukkan bahwa Muhammadiyah merupakan gerakan Islam yang memiliki corak dan watak kebangsaan nasionalisme yang kuat. Ungkapan Nasionalisme memang kurang populer dikalangan warga Muhammadiyah, tetapi perbuatan yang bercorak Nasionalistik telah menjadi watak Muhammadiyah sejak masa kebangkitan nasional.
Muhammadiyah langsung membenahi kultur umat terjajah melalui proses pencerahan dan kemanusiaan, dua hal yang sangat mendasar untuk membangun pondasi bangsa yang bakal lahir. Keterbukaan Muhammadiyah terhadap gagasan-gagasan baru yang lebih segar telah menjadikan sifat Muhammadiyah selama sekian dasawarsa untuk tumbuh dan berkembang.
Kiai Ahmad Dahlan (1868-1923), yang terlahir dari lingkungan kultur Jawa Keraton yang kental, berkat pergaulannya dengan berbagai kalangan dan pergulatan batinnya yang sangat intens dengan situasi Islam di Jawa yang sedang jatuh, telah memaksanya untuk membuat kesimpulan berikut ini: “Tidak boleh terus terkapar dalam situasi begini”. Pergaulan dan pergumulan inilah yang melatarbelakangi kelahiran Muhammadiyah yang sekarang sedang memasuki abad kedua usianya.
Sejarah mencatat bagaimana Kiai Ahmad Dahlan mendapatkan anggota seperti Mas Mansur, Dr Soetomo, Soekarno, Jenderal Sudirman, Buya Hamka, Ir Djuanda, Kahar Muzakkar, Kasman Singodimejo, H. Fachrodin, H. Agus Salim dan masih banyak sederet kader Muhammadiyah yang membawa NKRI kedepan pintu gerbang kemerdekaan.
Mengutip tulisan Buya Syafii Ma’arif, Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan yang sadar betul tentang keadaan umat yang miskin lahir batin dan terjajah lagi, Muhammadiyah menemukan gagasan baru dalam format “Islam yang berkemajuan,” bukan Islam yang lumpuh di tangan umat yang lemah yang telah cukup lama menjadi mainan sejarah. Pada awal mula perumusan tujuan Muhammadiyah berangkat dari cita-cita sederhana dan lokal sifatnya, yang dalam Anggaran Dasar 1912 berikut: A). Menyebarkan pengajaran Agama Kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Bumi Putera di dalam residensi Yogyakarta. B). Memajukan hal Agama kepada anggota-anggotanya.
Untuk Selengkapnya, silakan berlangganan Majalah Matan Edisi Februari 2025
Editor Azrohal Hasan