Oleh Syahqilla Putri – Mahasiswa UM Surabaya
PWMU.CO – Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) telah merambah pada berbagai bidang, termasuk pada bidang seni. Misalnya dalam seni kaligrafi, kehadiran AI memberikan suasana baru, sekaligus tantangan atau bahkan persoalan baru. Pada satu sisi, kehadiran AI menawarkan harapan besar untuk memperkaya dan memperluas ekspresi seni kaligrafi. Tapi ada sisi lain, justru muncul kekhawatiran tentang pudarnya nilai keaslian (otentisitas) dari jati diri seni yang selama ini melekat pada kaligrafi tradisional.
Mari kita bayangkan, dari suatu perangkat lunak digital yang kemudian mampu menghasilkan ribuan variasi pada tulisan kaligrafi hanya dalam hitungan detik. Atau, sebuah algoritma yang mampu meniru gaya kaligrafi seorang maestro dengan sangat presisi. Kemampuan AI yang sedemikian hebat itu tentu sangat menarik minat dari para seniman dan penggemar atau penikmat seni kaligrafi.
Antara otentisitas dan kreativitas
Hal yang paling menantang dalam pemakaian AI dalam seni kaligrafi adalah menjaga otentisitas karya. Seni kaligrafi tradisional tentu memiliki nilai estetika dan spiritual yang mendalam, yang terbentuk melalui proses pembelajaran dan latihan dengan memakan waktu yang tidak sebentar. Karya kaligrafi terasakan sebagai manifestasi dari jiwa dan kepribadian sang seniman. Namun saat AI kemudian mengambil alih sebagian besar proses kreativitas seniman, apakah hasil karya seni tersebut masih dapat bermakna sebagai hasil ekspresi autentik dari penciptanya?
Namun pada sisi berbeda, kehadiran AI justru mampu membuka pintu — yang semula tertutup rapat — inovasi dalam seni kaligrafi. Melalui bantuan AI, seniman kaligrafi dapat bereksperimen dengan gaya dan teknik baru yang semula sangat sulit dicapai. Kolaborasi antara manusia dan aplikasi AI secara fakta dapat menghasilkan karya-karya yang unik dan menarik, yang mampu menginspirasi generasi baru pencinta kaligrafi.
Potensi dan Tantangan
Harus kita akui bahwa fungsi AI dalam seni kaligrafi memiliki potensi yang cukup besar. Ada beberapa bagian dari seni kaligrafi yang mendapat manfaat dengan adanya AI, antara lain:
1. Dapat mempelajari dan menganalisis gaya kaligrafi. AI dapat membantu mengidentifikasi karakteristik unik dari berbagai gaya dari seni kaligrafi.
2. Untuk membuat variasi tulisan. Faktanya AI dapat dengan mudah menghasilkan berbagai varian tulisan dengan cepat dan gampang.
3. Membuat karya seni kolaboratif. Seniman seni kaligrafi dapat berkolaborasi dengan menggunakan AI untuk membuat karya-karya yang unik.
4. Menyebarkan seni kaligrafi. Karya kaligrafi digital dapat dengan mudah diakses dan dibagikan melalui internet, sehingga publikasi karya kaligrafi makin mudah untuk hadir ke ruang publik.
Akan tetapi, tidak dipungkiri bahwa tantangannya pun tidak sederhana. Selain persoalan otentitas atau keasliannya yang menjadi bahan pertanyaan, juga terdapat persoalan berkaitan dengan hak cipta, etika, dan standar kualitas karya seni.
Beberapa tantangan berikut ini merupakan hasil dari seni kaligrafi yang melibatkan unsur AI:
1. Keunikan dan sentuhan pribadi
Setiap seniman, termasuk seniman seni kaligrafi pasti memiliki ciri khas atau keunikan tersendiri, seperti: gaya uniknya, tekanan kuasnya, atau emosinya. Ketika penggunaan AI ternyata menghasilkan pola berulang, keunikan tersebut menjadi terasa hilang.
2. Kurangnya kreativitas original
Karena AI bekerja dengan data yang ada, maka ada kecenderungan terjadinya peniruan dan atau menggabungkan gaya dari sejumlah seniman yang ada. Padahal, suatu karya menjadi bernilai tinggi ketika merupakan hasil karya yang benar-benar baru dan inovatif dari penciptanya.
3. Etika dan hak cipta
Menggunakan data seni kaligrafi yang ada untuk melatih AI mungkin tidak ada masalah. Namun sebenarnya bisa pula menimbulkan masalah, khususnya dalam hal etika dan pelanggaran hak cipta. Apalagi jika karya tersebut hasil karya seniman terkenal dan terpublikasikan ke masyarakat.
4. Integrasi dengan medium fisik
Kaligrafi tidak hanya tentang bentuk huruf, tetapi juga tentang interaksi dengan media kertas, tinta, maupun kanvas. Meskipun AI bisa menciptakan desain digital, penerapannya ke medium fisik memerlukan keahlian manual.
5. Kerumitan desain tradisional
Kaligrafi tradisional, misalnya Kaligrafi Arab, Kaligrafi Cina, atau Kaligrafi Jepang, memiliki aturan kompleks terkait bentuk huruf, proporsi, dan harmoni. AI memerlukan pemahaman mendalam untuk menghasilkan karya yang sesuai dengan aturan-aturan tersebut.
6. Detail estetika dan keseimbangan
Keseimbangan dan harmoni dalam seni kaligrafi memerlukan sensitivitas yang algoritma AI sulit mencapainya. Misalnya, perbedaan tipis dalam ketebalan garis, kelengkungan,dan beberapa unsur estetika sangat memengaruhi hasil akhir.
Untuk mengatasi tantangan ini memerlukan pengembangan teknologi AI yang lebih canggih serta kolaborasi erat antara ahli AI, seniman, dan ahli budaya untuk memastikan hasil yang menghormati nilai-nilai seni dan tradisi.
Menjadi catatan penting, bahwa kehadiran AI tidak serta merta menggantikan peran seniman kaligrafi. AI tidak lebih sebagai alat bantu yang berguna bagi seniman untuk mengeksplorasi kreativitas mereka. Namun, penting bagi kita untuk tetap menjaga nilai-nilai tradisional dalam seni kaligrafi, sambil tetap terbuka terhadap inovasi yang ditawarkan oleh teknologi.
Editor Notonegoro