
Penasihat PWM Jawa Timur Prof Achmad Jainuri MA PhD saat mengisi diskusi Panel 1 Kajian Ramadhan 1446 H PWM Jawa Timur, Sabtu (8/3/2025). (Danar Trivasya Fikri/PWMU.CO).
PWMU.CO – konsep Baldah Thayyibah menjadi pembahasan menarik dalam diskusi panel 1 Kajian Ramadhan 1446 H PWM Jawa timur, Sabtu (8/3/2025).
Diskusi panel ini menghadirkan Ketua PP Muhammadiyah Dr M Sa’ad Ibrahim MA dan Penasihat PWM Jatim Prof Achmad Jainuri MA PhD.
Adapun sebagai moderator dalam diskusi tersebut adalah Wakil Ketua PWM Jatim Bidang Tarjih dan Tajdid, Dr Syamsudin MAg.
Salah satu tema diskusi berbicara perihal bagaimana konsep baldah tayyibah dalam Al-Qur’an membumi dlm pentas sejarah. “Mampukah umat Islam mewujudkan baldah tayyibah?” buka Moderator, Syamsudin.
Mengusung tema “Baldah Thayyibah dan realita umat Islam dalam pentas sejarah”, Prof Jainuri mewarnai diskusi dengan suasana khidmat, yang sesekali diselingi candaan ringan.
Apakah semua indikator harus terpenuhi untuk mewujudkan baldatun tayyibatun
Indikator Penting
Ada satu indikator yg penting dlm konteks Baldah, yaitu keadilan. Menurut Prof Jainuri, hampir semua umat manusia memiliki keinginan pada keadaan masyarakat yg lebih baik.
“Di Yunani sudah ada, muncul pemikiran bahwa sebuah tatanan masyarakat baik itu penting” terang Jainuri.
Lebih lanjut, Jainuri berujar jika masyarakat yang baik harus terwujud dalam konsep nasional bernama negara. Kemudian negara harus terkelola oleh orang dengan pemimpin yang bersifat adil. “Dan yang bisa hanya filsuf” tuturnya.
Dalam sejarahnya, menurut Jainuri, Nabi Muhammad telah memformulasikan sejumlah unsur yang membentuk suatu negara. “Selain pemimpin, harus ada kawasan, rakyat, ada undang-undang dasar/piagam Madinah, dan pengakuan” tegas Jainuri.
Bahkan, lanjutnya, saat itu sudah ada syuro atau yang kini merupakan DPR, MPR, dan lembaga lain.
Sulitnya Mencari Contoh Baldah Thayyibah
Dalam praktiknya, Jainuri menyebut bahwa tidak mudah mencari contoh Baldah Thayyibah dalam Islam.
Ia memberi contoh negara Madinah dulu. Menurutnya, Madinah yang saat itu merupakan tanah tandus dan tidak subur kurang cocok jika dikatagorikan Baldah Thayyibah.
Selain itu, ia juga mencontohkan Bani Umayyah dengan konsep dasar negara yang tidak berlandaskan nilai-nilai agama. “Yang kedua, politik sosialnya sangat merugikan masyarakat. Yang ketiga, kepemimpinan Kholifah-kholifah Umayyah itu tidak sah karena tidak melibatkan masyarakat”
“Sehingga dalam Islam sendiri, sulit mencari kelengkapan dari indikator Baldatun tayyibatun warabbun Ghafur sebagai makna ideal” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa satu atau dua indikator mungkin terpenuhi, tapi indikator yang lain tidak terpenuhi.
Penulis Danar Trivasya Fikri, Editor Wildan Nanda Rahmatullah