
PWMU.CO – P2GP (pemotongan/perlukaan genital perempuan) menjadi topik yang diangkat oleh Bidang Kesehatan PD IPM Garut dalam webinar. Kegiatannya dilaksanakan pada Ahad (09/03/2025) melalui platform zoom meeting pada pukul 13.00 – 15.00 WIB. Webinar dipandu oleh Ahmad Fauzi, kabid kesehatan PD IPM Garut. Sebelum memulai diskusi, terlebih dahulu sambutan sekaligus pengantar dari beberapa pihak.
Kabid IPMawati PD IPM Garut, Nabila Azmi menyatakan bahwa P2GP ini bersifat diskriminatif dan memiliki dampak yang negatif baik secara kesehatan maupun psikologis. Bahkan badan WHO pun sudah melarang adanya praktik P2GP ini.
selanjutnya sekbid Kesehatan PD IPM Garut, Madinah Fauziah menuturkan, semoga teman-teman disini dapat aktif mengikuti diskusi online kali ini, jangan lupa bisa mencatat agar bisa lebih memahami terkait sunat perempuan.
Bendum PD IPM Garut Syahla Nabila menambahkan, edukasi terhadap masyarakat penting, agar perempuan tidak dirugikan akibat adanya praktik sunat perempuan di sebagian daerah di Indonesia ini.
Hal ini dipertegas Sekbid Ipmawati PP, Fajri An-Nur menuturkan jika ditinjau dari bayani, sunat perempuan ini tidak dianjurkan sama sekali. Tidak ada landasan konkrit baik dari al-quran maupun As-Sunnah yang sahih. Burhani tidak ada bukti konkrit medis yang mendukung pelaksanaan sunat peperempuan.
Tradisi P2GP
Kegiatan berlanjut dengan penyampaian materi oleh Nadin Sahasra, mahasiswi kajian gender UI. Dia menyampaikan latar belakang dari adanya tradisi P2GP yang dilakukan terhadap perempuan. Di Indonesia sendiri, masih terjadi di beberapa daerah seperti Pandeglang, Yogyakarta, Makassar dan Gorontalo.
Nadin juga menjelaskan bahwa adanya praktik P2GP terhadap perempuan risikonya beraneka ragam, mulai dari dampaknya terhadap kesehatan alat kelamin maupun gangguan mental yang muncul sewaktu dewasa.
“Adanya praktik P2GP tidak sejalan dengan tagline “Beragama maslahat” yang diusung dalam RPJPN 2025-2045 yakni mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam pembangunan,” tegasnya.
Ia berharap, kedepannya perlu ada kesinambungan antara peraturan yang ada baik dari Kementerian kesehatan, Kementerian agama hingga Majelis ulama Indonesia agar tidak terjadi tumpang tindih antara yang tegas menolak dengan memperbolehkan.
Setelah pemaparan materi usai, berikutnya diikuti oleh tanya jawab. Sesi berupa tanya jawab antara narasumber dengan peserta, dimana terjadi diskusi yang bersifat afirmatif dan positif atas materi yang telah disampaikan. (*)
Penulis Habib Amrullah Editor Amanat Solikah