
Oleh: M. Mahmud – Sekretaris Majlis Pendayagunaan Wakaf PCM Paciran
PWMU.CO – Dalam bahasa Arab, kata “fitrah” dan “fithri” memiliki makna yang berbeda. Fitrah berasal dari kata “fatahara” yang berarti “membersihkan” atau “mensucikan”. Dalam konteks zakat, zakat fitrah berarti zakat yang dikeluarkan untuk membersihkan dan mensucikan diri dari dosa-dosa kecil. Sedangkan Fithri berasal dari kata “fithr” yang berarti “berbuka puasa” atau “akhir Ramadan”. Istilah “Zakat Fithri” sering digunakan dalam masyarakat, tetapi secara teknis.
Istilah “zakat fitrah” lebih banyak digunakan dan dikenal secara luas dalam literatur Islam dan praktik masyarakat, Namun, istilah “Zakat Fithri” juga sering digunakan dan diterima dalam masyarakat.
Wajib Ditunaikan
Zakat fitrah adalah zakat yang wajib ditunaikan oleh setiap Muslim menjelang Hari Raya Idul Fitri, sebagai bentuk penyucian jiwa dan pelengkap ibadah puasa selama bulan Ramadan. Zakat ini memiliki beberapa tujuan, antara lain:
1. Pembersihan Jiwa: Sebagai sarana untuk menyucikan diri dari kesalahan atau kekurangan yang mungkin terjadi selama menjalankan ibadah puasa.
2. Kepedulian Sosial: Membantu kaum fakir miskin agar mereka dapat merasakan kebahagiaan saat Hari Raya Idul Fitri.
3. Tanda Syukur: Sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas karunia-Nya selama bulan Ramadan.
Zakat fithri sebenarnya adalah istilah lain untuk merujuk kepada zakat fitrah. Secara makna dan tujuan, keduanya sama, hanya berbeda dalam penulisan atau pelafalan. Zakat fithri diwajibkan bagi setiap Muslim menjelang Hari Raya Idul Fitri, dan tujuan utamanya adalah untuk:
1. Penyucian Jiwa: Menghapus kesalahan atau kekurangan yang mungkin terjadi selama bulan Ramadan.
2. Membantu Sesama: Meringankan beban kaum fakir miskin agar mereka dapat merayakan Idul Fitri dengan bahagia.
3. Menyempurnakan Ibadah Puasa: Sebagai pelengkap agar puasa Ramadan diterima oleh Allah Swt.
Idul Fitri
Istilah “fithri” merujuk kepada Idul Fitri, tetapi istilah zakat fitrah lebih umum digunakan dalam literatur Islam dan praktik sehari-hari. Dalam beberapa hadits yang menjelaskan tentang zakat fitrah teks haditsnya berbunyi zakat fithri. Tersebut beberapa hadits yang bunyi teksnya adalah zakat fithri
1. HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Daruquthni
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
Artinya: “Rasulullah ﷺ mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara yang sia-sia dan perkataan yang keji, sekaligus sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum salat Id, maka ia merupakan zakat yang diterima. Dan barang siapa yang menunaikannya setelah salat Id, maka ia termasuk salah satu sedekah (yang sunnah).” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Daruquthni).
2. HR. Bukhori dan Muslim
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ.
Artinya: “Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah ﷺ mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari gandum atas budak, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil, dan orang tua dari kaum Muslimin, dan beliau memerintahkan agar zakat tersebut ditunaikan sebelum orang-orang keluar untuk salat (Idul Fitri).” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. HR. Bukhori dan Muslim
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ.
Artinya: “Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Dulu kami mengeluarkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ dari makanan pokok, satu sha’ dari gandum, satu sha’ dari kurma, satu sha’ dari susu kering (aqith), atau satu sha’ dari kismis.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Merujuk dari hadits – hadits tersebut diatas, bahwa penyebutan nama zakat fitrah adalah zakat fithri. Menurut pandangan Majelis Tarjih Muhammadiyah, istilah yang lebih tepat adalah zakat fitri. Hal ini karena kata “fitri” berasal dari kata al-fitr yang berarti berbuka atau kembali kepada kesucian, sebagaimana Hari Raya Idul Fitri menandai berakhirnya puasa Ramadan. Dalam beberapa literatur, istilah ini juga dikenal sebagai shadaqat al-fitr.
Zakat Fitrah
Namun, di masyarakat umum, istilah zakat fitrah lebih sering digunakan. Muhammadiyah mengakui bahwa keduanya merujuk pada hal yang sama, yaitu zakat yang wajib ditunaikan oleh setiap Muslim menjelang Idul Fitri sebagai bentuk penyucian diri dan kepedulian sosial.
Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah, zakat fitri (atau zakat fithri) adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap Muslim menjelang Hari Raya Idul Fitri. Berikut adalah beberapa poin penting:
- Pengertian Zakat Fitri: Zakat fitri diwajibkan sebagai bentuk penyucian diri setelah menjalankan ibadah puasa Ramadan dan untuk membantu kaum fakir miskin agar dapat merayakan Idul Fitri dengan layak.
- Kewajiban Zakat Fitri: Zakat ini diwajibkan atas setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, tua atau muda, merdeka atau hamba sahaya. Kewajiban ini berlaku bagi mereka yang memiliki kelebihan harta untuk memenuhi kebutuhan pokok pada malam dan hari raya.
- Jenis dan Kadar Zakat: Zakat fitri dibayarkan dalam bentuk bahan makanan pokok seperti beras, gandum, kurma, atau makanan lain yang menjadi konsumsi utama masyarakat setempat. Kadarnya adalah satu sha’ (sekitar 2,5 kg) per orang.
- Waktu Pembayaran: Zakat fitri harus ditunaikan sebelum salat Idul Fitri. Jika dibayarkan setelah salat, maka dianggap sebagai sedekah biasa.
- Tujuan Zakat Fitri: Selain sebagai penyucian jiwa, zakat ini juga bertujuan untuk mempererat solidaritas sosial dan memastikan bahwa semua orang, termasuk yang kurang mampu, dapat merayakan Idul Fitri dengan kebahagiaan.
Artikel kecil ini kami tulis dari pengalaman yang pernah kami alami saat kajian setelah subuh, saat iru materi kuliah subuh tentang zakat fithri. Kami diingatkan oleh salah satu jamaah, Bapak tadi salah mengapa menyebut zakat fitrah dengan zakat fithri. (*)
Editor Amanat Solikah