
PWMU.CO – Dewan Sughli Wilayah Hizbul Wathan (DSW HW) Jawa Timur melaksanakan Series Ramadan Sugli Mind-Meet dengan judul “Membaca Lailatul Qadar: Le Petit Prince (Pangeran Cilik) Karya Antoine de Saint-Exupery” melalui live Instagram @dsw_hw_jatim pada Rabu (26/3/2025).
Kegiatan ini berlangsung pada pukul 17.00 WIB hingga waktu berbuka. Ketua Bidang Kepemimpinan dan Pembinaan DSW HW Jawa Timur sekaligus moderator live Instagram, Muhammad Irfan Hakim, menjelaskan bahwa program ini bertujuan untuk mempertemukan pemikiran (mind) dalam satu wadah (meet). Tujuannya adalah untuk menambah wawasan, memperluas perspektif, dan memperdalam ilmu keislaman melalui dakwah digital.
Pemateri kegiatan, Farhan Alif Ujilast, membawakan diskusi dengan gaya yang ringan, mengangkat refleksi keagamaan, khususnya tentang Lailatul Qadar, melalui pendekatan karya sastra. Novel Pangeran Cilik dianggap memiliki alur yang sejalan dengan Surat al-Qadr serta mengangkat berbagai permasalahan yang relevan dengan kehidupan masa kini.
Wakil Sekretaris Kwartir Daerah Hizbul Wathan (Kwarda HW) Kota Malang itu juga mengusulkan upaya menghidupkan sastra di Organisasi Otonom (Ortom) Muhammadiyah, yang selama ini lebih banyak berfokus pada kegiatan administratif, penyelenggaraan acara, dan terkadang cenderung ke urusan politik.
“Sepanjang 2024, terdapat momen Pemilu dan Pilkada yang menyibukkan Ortom. Saya kira, memasuki 2025, kesibukan itu sudah berakhir. Namun, ternyata pimpinan Ortom masih sibuk melakukan penetrasi ke pejabat pusat maupun daerah terpilih. Sebenarnya, tidak masalah jika ada kader yang beraktivitas di bidang tersebut. Namun, ada juga kader yang merasa lelah dan jenuh, sehingga membutuhkan selingan berupa sastra,” tuturnya.
Farhan memulai materi dengan memperkenalkan novel Pangeran Cilik kepada para partisipan yang bergabung. Sekilas, jika dilihat dari sampulnya, novel ini tampak seperti buku anak-anak yang dilengkapi dengan ilustrasi kartun dan nuansa fantasi. Awalnya, Farhan juga berpikir demikian ketika pertama kali mendapatkan rekomendasi novel tersebut dari dua temannya, Faiz dan Rifqi.
“Ternyata, dalam bagian pengantar, penulis justru meminta maaf kepada anak-anak karena novel ini sebenarnya ditujukan untuk orang dewasa. Dalam novel tersebut, kehidupan orang dewasa digambarkan sebagai sesuatu yang absurd, sehingga mereka dengan mudah mengabaikan pertanyaan-pertanyaan filosofis yang diajukan oleh Pangeran Cilik sebagai tokoh utama,” ucap Farhan.
Menurut Farhan, hal tersebut merupakan perumpamaan bagi bulan Ramadan, yang dirancang untuk mengasingkan manusia dari hal-hal yang dekat, seperti makan dan minum. Begitu pula dengan Lailatul Qadar di antara sepuluh malam terakhir. Allah SWT memberikan informasi tentangnya, lalu kembali mempertanyakan hakikat Lailatul Qadar dalam Surat al-Qadr ayat 1–2.
“Dengan demikian, manusia didorong untuk melepaskan diri dari rutinitas dunia, terutama di era yang serba industrial dan berorientasi pada profit. Misalnya, dalam salah satu bab novel ini, terdapat gambaran tentang orang-orang yang terburu-buru naik kereta api dari satu stasiun ke stasiun lainnya tanpa benar-benar menikmati perjalanannya. Sementara itu, justru anak-anaklah yang memahami makna keindahan perjalanan, terlihat dari cara mereka menempelkan hidung di jendela kereta api,” jelasnya.
Farhan kemudian mengajak para partisipan untuk merenungi Surat al-Qadr ayat 3, yang menggambarkan satu malam istimewa yang sepatutnya dinikmati oleh umat Islam di tengah hari-hari yang sering kali dihabiskan untuk kesibukan dan lalu lalang.
“Satu malam saja kita beraktivitas baik (amal shaleh) itu sama seperti kita mengerjakannya selama seribu bulan. Jangan sampai kita menjadi gambaran orang-orang di kereta api yang tidak sadar apa-apa selain perjalanan bisnis dan sebagainya. Sehingga mereka lebih memilih bekerja seribu bulan,” imbuhnya.

Selanjutnya, Farhan membacakan kisah tentang perjalanan Pangeran Cilik menjelajahi berbagai planet dan bertemu dengan beragam karakter orang dewasa, seperti pemabuk, pengusaha, raja, ahli bumi, dan penjual pil air. Setelah melalui banyak pertemuan tersebut, Pangeran Cilik pun menyimpulkan bahwa orang-orang dewasa yang ia temui sangat ganjil dan tidak mampu berpikir jernih seperti dirinya yang masih anak-anak.
Kemudian, Farhan berpindah ke pembahasan Surat al-Qadr ayat 4, yang menyebutkan bahwa Jibril memimpin seluruh malaikat untuk mencatat segala amal perbuatan manusia saat Lailatul Qadar.
“Kita harus berhati-hati, jangan sampai para malaikat menganggap kita sebagai hamba yang luar biasa ganjil karena melewatkan kesempatan ini tanpa mengisi Lailatul Qadar dengan ibadah dan kebaikan,” pesannya.
Terakhir, Farhan membacakan bagian akhir novel, di mana Pangeran Cilik berpamitan kepada teman barunya karena harus kembali ke tempat asalnya. Pemaknaan ini sejalan dengan Surat al-Qadr ayat 5, yang menegaskan bahwa setiap hal memiliki batas waktu, termasuk kemuliaan Lailatul Qadar yang berakhir saat fajar, serta bulan Ramadan yang kini hanya tersisa kurang dari satu pekan.
Sebagai penutup, Farhan menyampaikan sebuah riwayat yang menggambarkan bagaimana para ulama terdahulu senantiasa berdoa agar dipertemukan kembali dengan bulan Ramadan berikutnya. (*)
Penulis DSW HW Jatim Editor Ni’matul Faizah