
PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyampaikan bahwa saat ini perguruan tinggi telah memasuki era baru yang menekankan pentingnya kualitas, bukan hanya menjalankan rutinitas semata.
Ia menegaskan bahwa akreditasi dan pemeringkatan bukan sekadar formalitas, melainkan menjadi tolok ukur utama dalam menilai mutu suatu institusi pendidikan tinggi.
Sebagai contoh, Haedar menyebut Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang kerap bergantian masuk jajaran 10 besar kampus terbaik di Indonesia dan juga mendapatkan pengakuan internasional.
“Pengelolaan kampus harus dilakukan secara modern, efisien, dan berorientasi pada capaian tujuan. Jangan lagi dikelola berdasarkan relasi pribadi, hubungan keluarga, atau kelompok,” ujar Haedar saat memberikan kuliah tamu di Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Ahad (6/4/2025), dikutip dari Antara.
Ia juga menekankan pentingnya tata kelola yang berbasis keahlian serta profesionalisme. Kampus harus terus berkembang dan menunjukkan kemajuan setiap tahun.
Para dosen yang telah meraih gelar doktor maupun profesor diharapkan tidak hanya menuntut hak, tetapi juga aktif berkontribusi dalam penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
“Tanpa kontribusi nyata, dosen justru bisa menjadi beban. Kampus harus membangun ekosistem riset yang benar-benar produktif, bukan hanya formalitas belaka,” tegasnya.
Haedar mencontohkan Nara University di Jepang sebagai perguruan tinggi yang memiliki kekuatan riset yang patut dicontoh. Ia mendorong Unismuh untuk mengembangkan riset sosial yang relevan dan mendukung agenda kemajuan bangsa.
Ia juga mengingatkan bahwa kampus Muhammadiyah bukan hanya tempat mencari penghidupan, tetapi merupakan wadah pengabdian dan ibadah, sehingga seluruh civitas akademika perlu memiliki komitmen kuat terhadap nilai-nilai ke-Muhammadiyahan.
Kemandirian Finansial Muhammadiyah Daerah: Bukti Kekuatan Nyata
Dalam kesempatan berbeda, Haedar juga menyoroti pentingnya kemandirian finansial Muhammadiyah di tingkat wilayah dan daerah. Menurutnya, kekuatan sejati Muhammadiyah terletak pada kemampuannya membiayai pembangunan secara mandiri, tanpa bergantung pada pusat, kecuali untuk wilayah-wilayah yang terpencil.
Saat menghadiri pencanangan pembangunan Gedung Pengembangan SDM Muhammadiyah Sulawesi Selatan di Makassar, ia mengatakan bahwa wilayah seperti Sulsel berkembang berkat kekuatan internal mereka sendiri.
Gedung yang akan dibangun setinggi 13 lantai itu direncanakan selesai dalam waktu sekitar satu setengah tahun dan seluruh pembiayaannya, sekitar Rp74 miliar, berasal dari dana internal Muhammadiyah wilayah dan daerah, serta dari para donatur yang memberikan dukungan secara sukarela.
“Ini adalah bukti nyata bahwa kemandirian finansial Muhammadiyah di daerah menjadi kekuatan utama organisasi, karena tidak mengandalkan subsidi dari pusat,” ujar Haedar. (*)
Penulis Azrohal Hasan Editor Ni’matul Faizah