PWMU.CO – Selain puasa secara syariat, seperti Senin-Kamis, di zaman pesatnya perkembangan teknologi informasi seperti sekarang ini, perlu ditambah dengan puasa medsos (media sosial).
Dosen Fakultas Psikologi Unair Rakhman Ardi M Psyh Phd mengatakan bahwa puasa medsos perlu dilakukan untuk mengurangi dampak sosial yang ditimbulkannya.
Menurutnya, melalui internet orang bisa terbakar emosinya. Internet juga bisa dijadikan alat propaganda dan sangat dibutuhkan sebagai kendaraan mencapai kekuasaan.
“Saran saya, puasakan diri dari internet, terutama dalam tahun politik nanti,” katanya dalam wawancara dengan PWMU.CO.
Sebelumnya, Rakhman menyampaikan hal itu dalam Kuliah Ahli bertema Cyber Psikology pada 300 peserta yang memenuhi Hall Sang Pencerah UMG, Sabtu, (11/11/17).
Dia mengingatkan, bila ingin hati tenang maka harus mengurangi interaksi dengan media sosial. “Bila perlu jangan melihat medsos,” ujarnya.
Kekuatan medsos, jelasnya, telah merajai dunia. “Kekuatan dan kekuasaan internet (media sosial, Red) inilah yang disebut cyber psikology (CB),” terang Rahman.
Menurut Dekan Fakultas Psikologi UMG Idha Rahayuningsih SPsi MPsi, fokus CB adalah kajian psikologis dunia maya. “Termasuk di dalamnya dampak internet terhadap pola pikir dan perilaku manusia. Bagaimana media sosial mengubah perilaku manusia,” ujarnya.
Teknologi itu, ujarnya, dapat mengubah pola pikir, gaya hidup, perilaku, dan kebutuhan setiap orang.
“Itulah alasan kami mengundang Guru BK, siswa SMA, mahasiswa luar UMG, mahasiswa Fakultas Psikologi, dan dari instansi lain dalam Kuliah Ahli tersebut,” jelas dia.
Tujuannya, tambah Idha, supaya bersama-sama menyadari dampak medsos. “Agar bisa mengontrol internet bagi diri sendiri, siswa, dan teman bermedsos,” kata Idha, dalam wawancara dengan PWMU.CO di Kampus UMG, Senin (13/11/17).
Sementara itu Rakhman juga membeberkan hasil sebuah penelitian tentang perubahan-perubahan perilaku di zaman internet ini, seperti kebiasaan membaca generasi internet, berubah dari deep thinking (baca dengan analisis) menjadi skimming (baca cepat) dan scanning (baca yang diperlukan).
“Kebiasaan kuliner juga berubah. Makan yang awalnya untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, di era medsos ini menjadi ajang sharing info dan pengakuan eksistensi,” terang Rahman tentang kebiasaan mengunggah foto makanan sebelum disantap.
Dia mengatakan, ranah-ranah privasi juga banyak bergeser. “Muncul pula hal-hal negatif sebagai implikasi seperti cyber bullying, dan penyebaran hoax (berita palsu),” urainya.
Yang lebih parah, dia melanjutkan, sebagian manusia seakan memiliki dua identitas terpisah. Pertama identitas dirinya di dunia nyata dan identitas dirinya di dunia cyber. “Kalau sudah begini, sangat berbahaya,” tegas Rahman.
Melalui internet, tambahnya, orang bisa anonim (tanpa nama), sehingga bebas mengeluarkan sisi tergelapnya. “Medsos juga bisa mengguncang emosi manusia baik pribadi, lebih-lebih berkelompok. Dan efek goncangan tersebut sangat dahsyat, bahkan bisa menggerakan massa semaunya,” paparnya.
“Maka, seperti Rasulullah menyunahkan puasa Senin-Kamis agar kita agar tetap sehat ruhani-jsamani, maka saran saya untuk berkala melakukan puasa medsos demi kebaikan umat” pesan Rahman. (Agustine)