PWMU.CO – Mudahnya warga mengelola media sosial dan media digital lainnya, menyebabkan Citizen Journalism (jurnalisme warga) menjadi tren baru dunia jurnalistik. Sayangnya kemudahan akses media ini tidak selalu dibarengi dengan meningkatnya kompetensi jurnalistik warga. Hal ini menurut Ahmad Faizin Karimi, founder Sekolah Inspirasi sebagai salah satu persoalan penyebab kurangnya kualitas berita Citizen Journalism.
“Berita jenis Citizen Journalism memiliki keunggulan pada aspek personalitas dan kecepatan penyebarannya, namun seringkali lemah pada aspek validitas, kelengkapan data, dan tata tulisnya,” ujarnya kepada PWMU.CO melalui pesan pendek WhatsApp, Kamis (16/11/17).
“Padahal validitas, kelengkapan data, dan tata tulis itu berdampak besar dalam membentuk kepercayaan pembaca pada media itu sendiri,” lanjutnya.
Menurut pria yang juga bergiat sebagai Sekretaris Majelis Pustaka Informasi (MPI) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik ini, warga masyarakat yang menjadi jurnalis warga perlu secara perlahan melakukan perbaikan pada penulisan beritanya.
“Jurnalisme warga manfaatnya banyak baik bagi penulis itu sendiri maupun bagi masyarakat luas. Tapi di sisi lain, penulisnya perlu juga melakukan perbaikan-perbaikan dalam kiriman berita-beritanya,” lanjutnya.
Menyederhanakan teori penulisan berita dalam buku Scholastic Journalism karya Rolnicki, Dow Tate and Taylor, Ahmad Faizin membeberkan setidaknya ada 5 poin yang perlu diperhatikan warga sebelum mereka mengirimkan beritanya. Ke-5 poin tersebut adalah:
Pertama, apakah dalam berita yang ditulis itu sudah mencakup semua unsur berita? Apakah 5W+1H atau SAK-DIM-BAL (Siapa, Apa, Kapan, Dimana, Mengapa, Bagaimana, Lalu Apa) sudah tercantum semua secara jelas? Jika masih ada unsur berita yang belum masuk, ada baiknya penulis berita melengkapi terlebih dahulu.
Kedua, apakah setiap informasi yang ditulis sudah faktual dan lengkap? Misalnya nama sumber berita dan jabatannya apakah sudah tepat? Apakah nama tempat dan keterangan waktunya sudah tepat?
Ketiga, apakah penulis berita sudah menemukan informasi yang penting dan menarik untuk dijadikan angle (sudut pandang) dari berita yang ia kirim? Jika sudah, apakah angle itu sudah ia jadikan sebagai lead (paragraf pembuka) serta judul dari berita itu?
Keempat, tentang dampak berita apakah penulis sudah mempertimbangkan apakah dampak dari publikasi berita ini akan baik bagi masyarakat maupun bagi dirinya sendiri? Jika berita menyangkut persoalan yang kontroversial, apakah penulis sudah siap dengan dampak lanjut dari berita tersebut.
Ini yang seringkali dilupakan dan disepelekan, warga menulis berita atau informasi kemudian ketika dampak buruknya muncul ia baru menyesal.
Kelima, apakah penulis sudah memeriksa penulisan beritanya? Pengetikan, penggunaan tanda baca, pemilihan kata yang jelas, dan kesinambungan antar paragrafnya?
Penulisan yang kurang baik tentu akan menyulitkan editornya, bahkan lebih parah lagi jika tidak ada editornya maka kualitas berita yang ia kirimkan tentu akan dinilai buruk oleh pembaca. Sebelum dikirim, baca ulang dan perbaiki penulisannya. Jangan mengirim berita seperti membuang sampah.
Lebih lanjut, penulis buku ‘Pendidikan Jurnalistik’ ini menekankan bahwa menulis berita bagi jurnalis warga adalah bentuk partisipasi masyarakat dalam berbagi informasi yang baik dan bermanfaat.
“Karena itulah, penulisannya juga harus baik agar kebaikan yang diniatkan itu benar-benar didapatkan,” tutupnya. (MN)