PWMU.CO – Saat itu Herwin Firmanda, mahasiswa Jurusan Arsitektur Fakultas Teknis Universitas Muhammadiyah Surabaya, sedang berjamaah shalat di sebuah masjid kampus. Di tengah kekhusyukan shalatnya, tiba-tiba ada bunyi ringtone hp dari tengah-tengah jamaah. Secara manusiawi, Erwin merasa terganggu oleh bunyi itu, meskipun ia berusaha khusuk.
Herwin gelisah. “Mengapa masih ada saja jamaah yang tidak mematikan handphone-nya?” gumannya. Padahal pengumuman soal itu sudah dipasang oleh takmir. “Ini soal disiplin. Tapi bisa juga unsur lupa,” katanya. Intinya, untuk menonaktifkan hp di masjid, bukan persoalan mudah. Nah, di tengah kegelisahan itu, Herwin menemukan ide segar. “Aha, kenapa tidak dibuat pengacak sinyal saja?” pikirnya.
(Baca juga: Masjid Berteknologi Canggih Siap Diaplikasikan)
Herwin kemudian menghubungi beberapa teman mahasiswa. Gayung bersambut. Ide Hermin direspon positif. Maka dibentuklah tim dengan Herwin sebagai ketuanya. Sedangkan anggotanya adalah Moh. Zainal Arifin, Syafa’at Romadhoni, dan Lukman Hakim. Ketiganya mahasiwa elektro. Herwin juga melibatkan mahasiswa dari Fakultas Agama Islam (FIA) sebagai konsultan “Mahasiswa FIA kita libatkan sebagai konsultan karena teknologi ini harus pada rel kaidah fiqh tentang masjid. Dan itu otoritas FIA,” kisah Herwin kepada pwmu.co, Rabu sore (13/4/16)
Dalam diskusi tim, ide Hermin soal pengacak sinyal akhirnya memicu lahirnya ide inovasi lainnya. “Mengapa tidak sekalian dibuat teknologi pengatur shaf yang lebih efektif?” tanya Herwin. Menurutnya, selama ini, meskipun sebagian besar masjid sudah membuat batas shaf (barisan), tapi masih sering kurang efektif. Lalu munculnya ide batas shaf berbasis LED. Dengan sistem ini jamaah bisa “ditegur” lampu jika barisannya kurang rapat atau lurus. Lampu akan mati jika sensor terinjak kaki dengan tepat. Dan sebaliknya jika lampu tetap menyala berarti barisan harus dirapatkan lagi.
(baca juga: Mahasiswa UM Surabaya Gagas Masjid Supercanggih)
Inovasi lainnya yang digarap oleh tim adalah penentu arah ka’bah. Teknologi yang berbasis GPS ini dimaksudkan untuk memudahkan menentukan arah kiblat sebelum dibangun. Sementara kini banyak fenomena, masjid sudah dibangun lalu arah kiblatnya diubah karena melenceng.
Tim ini juga “iri” dengan sistem parkir di mall-mall yang nyaman dan menyenangkan. “Apakah tidak bisa diterapkan di masjid,” pikirnya. Maka tim ini merancang parkir otomatis yang bisa menunjukkan slot parkir yang masih kosong. “Jadi tidak perlu khawatir atau bingung cari parkir di masjid.” tambah Herwin.
“Selain bisa menunjukkan sisa slot parkir, sistem juga bisa menunjukkan mana slot parkir yang kosong. Begitu mobil masuk, maka otomatis lampu mati,” kata Herwin.
Dari ide kegelisahan sampai terwujud miniatur Masjid High Technology (MHT) dan dipamerkan pada wartawan Selasa kamarin, tim ini membutuhkan waktu satu bulan. Karya ini pun telah dinobatkan sebagai Juara II dalam Program Inovasi Mahasiswa UM Surabaya, yang penganugerahannya dilakukan pada Kamis pekan lalu (7/4/2016). (NURFATONI)