Itulah pengaruh pendidikan usia dini. Semasa beliau masih Ibtidaiyah di Sedayu Lawas, Machbub Ihsan, pamannya memperkenalkan dengan Kepanduan Hizbul Wathan (HW). Beliau aktif sebagai Kepala Regu HW Athfal (1953-1955), dan mengikuti Jambore se-Jawa-Madura, di Lawang (1954).
Aktivitas selama di HW, nampaknya sangat mempengaruhi perjalanan hidupnya. Terbukti setelah ke sana kemari, tetap kembali ke pangkuan “ibu pertiwi”. Bagai bibit unggul yang ditanam di lahan subur, kiprah dakwahnya cepat berkembang, militan dan karirnya terus menanjak.
Masuk struktur sebagai Ketua Bagian Dikdasmen PCM Bangil tahun 1983-1985, pada periode berikutnya dipercaya menjadi Ketua PCM Bangil (1985 1990). Kemudian berturut-turut menjabat Ketua Majelis Tarjih PWM Jatim (1990-1995), Pembina Bidang Ekstern PWM Jatim (1995-2000), dan Wakil Ketua PWM Jatim (2000-2015).
(Baca: Setahun Perginya Ulama Bersahaja Tempat Bertanya, kemudian Penulis Produktif dan Moderat, serta “Memanfaatkan” Ustadz Mu’ammal)
(Baca juga: Bayangan Sampai Kenyataan dan Komentar serta Kesan dari Kolega)
Komitmen dan militansi anggota Tim Ahli Majelis Tarjih pusat ini dalam Persyarikatan patut ditiru oleh yang muda. Misalnya, setiap penugasan ke daerah selalu dijalani tanpa pernah mempersoalkan hal-hal teknis, apalagi minta dibekali trasport. Dalam kondisi sakit pun tetap melaksanakan tugasnya, termasuk menghadiri rapat rutin PWM.
Soal fanatisme ini, beliau mengaku pernah diledek oleh ustadz Hasyim Manan. Tapi dijawab dengan santai, “Yang mengajari aku fanatik Muhammadiyah, kan bapakmu sendiri, Abdul Manan,” tuturnya. (nadjib hamid)