Di ayat lain Allah berfirman:
… وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِ وَللِرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
Para wanita (istri) punya hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami punya satu tingkatan kelebihan daripada istrinya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS al-Baqarah: 228)
(Baca:Kontroversi Hukum Pre Wedding dan Bank Air Susu Ibu)
Sejauh mana rincian hak yang seimbang dengan kewajiban itu, beberapa hadits menyebutkannya agak mendetail. Ada yang ukurannya dengan nafkah, pakaian, perlakuan, dan lain-lain. Dalam khutbah wada’, Rasul saw antara lain menyinggung masalah hubungan suami-istri ini.
اِسْتَوصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّهُنَّ عَوَّانٌ عِنْدَكُمْ أَخَذْتَمُوْهُنَّ بأَمَانَةِ اللهِ وَاسْتَحَلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ حَقٌ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ حَقٌّ وَمِنْ حَقِّكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا وَلاَ يُعْصِيْنَكُمْ فِي مَعْرُوْفٍ وَإِذَا فَعَلْنَ ذَلِكَ فَلَهُنَّ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Wasiatilah para istri itu untuk berbuat yang baik, karena mereka itu kawan yang berada di sampingmu yang kamu ambil dengan amanat Allah, dan kamu dihalalkan menggaulinya dengan kalimat Allah. Kamu punya hak yang harus dilakukan oleh perempuan, dan begitu juga perempuan punya hak yang harus kamu lakukan. Diantara hak kamu adalah perempuan tidak diperkenankan mengizinkan seseorang (pria) untuk menginjak tempat tidurmu, dan mereka tidak boleh mendurhakaimu dalam hal yang makruf. Kalau itu semua dapat dilakukan, maka mereka berhak mendapatkan nafkah dan pakaian (darimu) dengan sebaik-baiknya. (HR Bukhari)
Sekarang kita beralih pada pokok masalah, yaitu istri tidak boleh berkunjung ke orangtuanya yang sakit atau meninggal dunia karena belum mendapat izin dari suami. Dilihat dari penjelasan di atas, agaknya sikap suami seperti itu kontras dengan hak istri. Sebab, sikap seperti itu pasti menyakiti hati istri.
(Baca: Hukum Shalat Perempuan yang Mengalami Keguguran dan Keluar Rumah di Masa Iddah)
Padahal istri juga seorang anak yang harus hormat kepada orangtua, dan tidak boleh menyakiti hati orangtua. Ayat dan hadits yang menjelaskan hal tersebut cukup banyak, seperti dalam QS al-Baqarah: 83, QS Ali Imran: 36, dan QS al-Maidah: 151.
Di samping itu, ada larangan menyakiti orangtua. Firman Allah swt:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” (uff), dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS al-Isra’: 23).
(Baca: Artis Ressa Rere: Menikah di Usia Muda, Siapa Takut? dan Hukum Menikah tanpa Restu Orangtua)
Kata “uff” yang diartikan “ah” itu hanya sekedar contoh. Uff adalah setiap kata yang kiranya menyakitkan hati orangtua, termasuk juga sikap. Sehingga sikap anak yang tidak menjenguk orangtua yang sedang sakit, atau tidak hadir di rumah duka, justru menyakitkan hati orangtua, dan bisa memutus kekeluargaan. Apalagi jika dilihat dari sebuah hadits tentang anak yang tidakisa masuk surga karena tidak bisa berbuat baik kepada orangtuanya. Sabda Nabi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلْ الْجَنَّةَ (أخرجه مسلم)
Sungguh hina, sungguh hina, sungguh hina. Rasulullah saw ditanya: Siapakah dia ya Rasulullah? Jawab beliau: yaitu seorang anak yang mendapatkan orangtuanya baik seorang atau kedua-keduanya yang sudah lanjut usia, namun dia tidak bisa masuk surga. (HR Muslim).
(Baca: Hukum Oral Seks Menurut Islam dan Bolehkah Masturbasi Menurut Islam?)
Yang dimaksud hadits itu adalah anak yang tidak bisa berbuat baik kepada orangtuanya. Melihat hal semacam ini, maka jalan kompromi yang oleh para ulama fiqih dengan thariqatul jam’iy adalah lebih selamat. Yaitu, kendati suami belum mengizinkan istri menjenguk orangtua yang sedang sakit atau meninggal dunia, maka demi maslahah, istri boleh datang. Itu tidak berarti istri tidak taat kepada suami, tetapi hal itu dilakukan karena kondisi dharurat.
Sebagai sebuah perbandingan adalah cerita Hindun, istri Abu Sufyan. Suaminya adalah orang yang bakhil, sehingga Nabi memperkenankan Hindun mengambil uang nafkah secukupnya untuk dia dan anak-anaknya tanpa harus minta izin dari suaminya. Karena nafkah adalah hak istri. Begitu halnya menjenguk orangtua yang sakit dan datang ke rumah duka orangtua yang meninggal. Ini adalah hak istri dalam rangka berbakti pada orangtua, dan suami seharusnya toleran.