PWMU.CO-Tidak banyak yang tahu lahirnya Hari Ibu yang diperingati tiap tanggal 22 Desember seperti hari ini ternyata peran Aisyiyah sangat besar.
Sebuah artikel yang ditulis oleh Kasyaf dengan merujuk dari data peneliti sejarah menyebutkan, Kongres Perempuan I pada tanggal 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, dari jumlah peserta 600 orang, separo lebih berasal dari kalangan Aisyiyah.
Data Kasyaf mengutip catatan sejarawan Susan Blackburn. Artikel Kasyaf dimuat kompasiana.com pada 17 Desember 2012.
Menurut laporan Hoofbestuur Aisyiyah Kongres dihadiri sekitar 1.000 peserta. Ada kemungkinan juga setengahnya adalah anggota Aisyiyah.
Selama ini sejarah nasional hanya menonjolkan peran Wanita Oetomo, Wanita Taman Siswa, Wanita Jong Java, dan Wanita Katholik. Padahal peserta terbesar justru dari Aisyiyah.
Kongres ini dihadiri 30 perkumpulan wanita. Bisa dibayangkan, jika separo peserta kongres berasal dari Aisyiyah maka perkumpulan lainnya mengirim utusan rata-rata hanya sepuluh orang.
Anggota Aisyiyah tahun 1928 sudah banyak karena lebih dulu berdiri dibanding organisasi wanita lainnya. Aisyiyah berdiri 19 Mei 1917. Wanita Oetomo 1920 dan Wanita Taman Siswa 1922.
Semua organisasi perempuan ini berdiri di Yogyakarta. Inilah salah satu alasan kenapa Kongres I di Yogyakarta karena basis perkumpulan perempuan ada di kota ini.
Anggota Aisyiyah di awal berdiri adalah jamaah pengajian KH Ahmad Dahlan dan peserta Kursus Ketrampilan Wanita bernama Sopo Tresno.
Saat acara pembukaan Kongres dimeriahkan dengan lantunan Penembrana yang dilakukan oleh gadis-gadis Siswoprojo murid sekolah Aisyiyah dengan bahasa Arab dan Indonesia.
Pengurus Aisyiyah yang berperan besar dalam kongres itu adalah Siti Munjiah dan Siti Hajinah. Ketua Kongres memang dipegang RA Sukonto dari Wanita Oetomo.
Dalam pidatonya Siti Munjiyah mengangkat istilah derajat perempuan yang kemudian menjadi isu seksi aktivis wanita zaman itu memperjuangkan nasib kaumnya.
Raden Ajeng Dewi Sartika yang ditokohkan dalam Hari Ibu sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Kongres Perempuan I di Yogya. Sosoknya dipilih karena dia yang pertama mendirikan Sekolah Istri, sekolah untuk perempuan di Bandung tahun 1904.
Jadi penokohan Dewi Sartika dengan latar belakang lahirnya Hari Ibu sebenarnya tidak nyambung. Belum ada data apakah Dewi Sartika menghadiri Kongres Wanita di Yogyakarta itu.
Hari Ibu dirayakan secara nasional pada tanggal 22 Desember ditetapkan oleh Presiden Soekarno di bawah Dekrit Presiden No. 316 Tahun. 1953. (sgp)