Oleh Daniel Mohammad Rosyid
PWMU.CO – Beberapa hari lagi umat Kristiani memeringati Hari Kelahiran Yesus Putra Maryam. Walaupun tidak seorang pun tahu kapan persis hari kelahirannya, Yesus, seperti utusan-utusan Tuhan lainnya—termasuk Muhammad Rasulullah—adalah tokoh yang kontroversial, sehingga sering disalahpahami, termasuk oleh para pengikutnya.
Dalam Al Quran, nama Yesus disebut Isa Putra Maryam. Bahkan Isa disebut lebih sering disebut daripada Muhammad.
Yesus of history, seperti juga Muhammad of history, adalah manusia yang hidup dalam ruang dan waktu yang unik dalam sejarah kemanusiaan kita.
Yesus adalah petani Yahudi biasa yang hidup di desa kecil bernama Nazareth, sebuah dusun antah berantah di bawah pengaruh Gubernur Pontius Pilatus, Wakil Kaisar Romawi di Galilea atau Palestina.
Jarak dari Nazareth ke Jerusalem di Selatannya sekitar 100 km. Pada zamannya, cukup banyak orang berprofesi dukun, peramal nasib, pendeta-pendeta Yahudi, dan tukang sihir.
Profesi-profesi itu cukup dihormati dan mendatangkan banyak duit. Kedatangan Yesus membawa persoalan serius bagi elit di provinsi Galllilea itu.
Yesus datang mengguncang “pasar” yang mapan itu. Yesus menawarkan penyelamatan jiwa secara pro-bono, alias gratis bagi rakyat miskin, budak, penjaja seks komersial, serta orang biasa yang sebelumnya harus membayar mahal untuk penyelamatan jiwa mereka.
Adalah lazim dalam praktik-praktik agama Yahudi saat itu di mana pendeta mengarang sendiri doa-doa dan ritual bidah yang dihiasi dengan ayat-ayat suci—yang dikatakan berasal dari Tuhan—untuk dijual dengan harga “eceran”.
Praktik-praktik semacam itu banyak terjadi hingga abad ke-21 ini di hampir semua agama. Praktik “menjual agama” ini akan marak lagi nanti menjelang Pilkada serentak 2018.
Seperti sejarah kemudian mencatat, pendeta-pendeta Yahudi yang ada saat itu marah oleh aliran sempalan Yahudi yang dibawa Yesus. Yesus dituduh telah melakukan pencemaran agama, dan pengikut-pengikutnya disebut penganut aliran sesat dan oleh karena itu harus dihentikan.
Karena Yesus adalah tokoh yang menarik dengan kharisma yang kuat, pengikutnya bertambah banyak dan segera dianggap sebagai ancaman bagi kerukunan beragama dan tatanan masyarakat Galilea saat itu. Ini mulai mengganggu Pontius Pilatus yang kemudian atas permintaan pendeta-pendeta Yahudi itu segera mengadili Yesus atas tuduhan penodaan agama.
Dalam refleksi mengenang Yesus ini baiklah dikatakan bahwa “agama” adalah kategori-kategori sosiologis yang diciptakan untuk kepentingan politik dan ekonomi segelintir elit. Yesus datang tidak membawa “agama” baru, seperti juga Muhammad 700 tahun kemudian. Keduanya hanya berupaya meluruskan praktik kehidupan jahiliyah yang menindas wong cilik, memperbudak masyarakat banyak, dan merendahkan perempuan.
Yesus dan Muhammad adalah penerus Abraham lebih kurang tiga ribu tahun sebelumnya. Jika politik adalah kategori sosiologis yang berurusan dengan kepentingan publik, maka gerakan yang dilakukan oleh Abraham, Yesus dan Muhammad adalah gerakan politik, bukan gerakan agama.
Oleh karena itu memisahkan “agama” dari politik adalah upaya melestarikan penindasan, perbudakan, dan penghinaan atas perempuan. Karena penindasan, perbudakan, dan penghinaan atas perempuan ini adalah fakta global di abad ke-21 ini, kita yang beragama sebagai perwujudan hidup beriman dalam masyarakat, bukan sekedar identitas pribadi orang perorang yang harus waspada karena ketiganya adalah agenda tersembunyi segelintir elite korup yang berkuasa di planet ini. (*)
Bandung, 23 Desember 2017
Daniel Mohammad Rosyid adalah aktivis Islam, Guru Besar ITS Surabaya.