
PWMU.CO – Mempelajari sejarah berdirinya Muhammadiyah di suatu daerah bisa menjadi motivasi tersendiri bagi kader persyarikatan. Apalagi bagi Muhammadiyah yang tumbuh di kota kecil seperti Gresik.
Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Gresik Muchtar Buchori mengungkapkan, pada awal berdirinya, Muhammadiyah Gresik hanya terkonsentrasi di pusat kota.
“Kota Gresik pada waktu itu hanya sebatas dari Masjid Jami ke utara dan sekitarnya,” tuturnya ketika ditemui di rumahnya, Perumahan BP Kulon, Gresik, Rabu (6/12/17).
Pak Tar—panggilan akrabnya, menjelaskan dalam perkembangannya, Muhammadiyah dikenalkan ke masyarakat pesisir utara.
“Seperti Belandongan, Pekelingan, Kebungson, Pulopancikan, dan area pesisir lainnya,” ujarnya.
Dia menceritakan sebelum berdiri Muhammadiyah, masyarakat Gresik sama seperti masyarakat daerah lainnya.
“Masih belum tersentuh semangat pembaharuan. Mereka masih dekat dengan kurafat, tahayul, dan taklid buta,” ungkapnya.

Sementara itu, Marindra Adnan, sesepuh Muhammadiyah Gresik menceritakan, suatu ketika ada sekelompok anak muda di Gresik yang punya pola pikir dan cara pandang yang berbeda dengan masyarakat di sekitarnya.
“Mereka punya cara pandang yang selangkah lebih maju dengan teman-teman zamannya. Mereka adalah Faqih Usman, Anwar Usman, Khasnan, Adnan Haji, dan Achmad Saleh. Mereka itulah para perintis Muhammadiyah di Gresik,” paparnya.
Ditemui di rumahnya Jalan Dr Wahidin Sudirohusodo, Ahad (10/12/17), Marindra melanjutkan, kelima orang itu tertarik dengan semangat pembaharuan yang pada waktu itu terjadi di Yogyakarta.
“Informasi itu didapatkan dari berita yang mereka baca dari surat kabar yang beredar pada saat itu. Karena tertarik maka mereka sering berdiskusi memperbincangkan semangat pembaharuan,” ucapnya.
“Tepatnya di bawah beduk Masjid Jamik Gresik. Hingga akhirnya mereka berangkat ke Yogyakarta. Ingin menemui Pimpinan Muhammadiyah yang ada di pusat,” sambung dia.
Setelah tiba di Yogyakarya, lanjut Marindra, oleh pengurus pusat disarankan pergi ke Surabaya untuk menemui KH Mas Mansyur, Ketua Muhammadiyah Cabang Surabaya.
“Karena pada waktu itu Muhammadiyah Surabaya sudah terbentuk. KH Mas Mansyur mendukung keinginan tersebut dan siap membantu. Dan dalam beberapa waktu kemudian terbentuklah Muhammadiyah Gresik,” tegasnya.
Marindra menegaskan karena pada waktu itu Gresik masih belum jadi Kabupaten yang berdiri sendiri, masih menjadi bagian dari Surabaya, maka saat berdiri Muhammadiyah, maka kedudukannya masih menjadi bagian dari Surabaya.
“Dalam perkembangan selanjutnya, Gresik menjadi Kabupaten sendiri. Tidak bisa lagi bergabung dengan Surabaya,” tuturnya.
Menurut Marindra, Muhammadiyah Gresik pada kisaran tahun 1980-an mengalami pergeseran. Perkembangannya yang semula tersentral di dalam kota itu mulai bergeser ke luar, yakni ke selatan.
“Hal ini seiring dengan dibukanya pemukiman baru di daerah selatan. Seperti BP Randuagung dan Gresik Kota Baru (GKB). Di perumahan baru ini banyak warga kota yang lebih memilih tinggal di tempat tersebut,” ujarnya.
Putra kandung Adnan Haji ini menyampaikan bahwa kebanyakan mereka adalah usia produktif yang bekerja di luar kecamatan Gresik. Mereka lebih memilih tinggal di perumahan atau pinggir kota daripada di pusat kota.
“Seiring berjalannya waktu, lama-kelamaan warga Muhammadiyah bertambah banyak. Maka didirikanlah Ranting Muhammadiyah. Lalu dibentuklah Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) GKB sebagai PCM baru di Kabupaten Gresik,” imbuhnya.
Maju terus, Muhammadiyah Gresik! (Zaidun/TS)
Discussion about this post