PWMU.CO – Bagi peziarah gunung Bromo yang ingin menikmati sunrise, salah satu tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menegakkan shalat subuh.
Maklum, untuk bisa melihat indahnya matahari terbit di Bromo, para pengunjung harus berangkat dini hari. Nah, saat masuk waktu subuh, biasanya mereka masih dalam perjalanan.
Kalaupun sudah sampai penanjakan—julukan untuk lokasi melihat sunsire: ada Penanjakan 1 atau Penanjakan 2—problemnya adalah tiadanya tempat shalat yang representatif, masjid atau mushala.
Memang, menurut republika.co.id ada satu mushala yang dibangun atas kerjasama Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Lembaga Amil Zakat Nasional (Laznas) BSM di Kawasan Penanjakan, Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan Jawa Timur.
Tapi karena mushala yang dikelola oleh Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) itu letaknya ada di puncak penanjakan, maka tidak mudah untuk dijangkau oleh semua pengunjung.
Apalagi di Penanjakan 1, spot untuk melihat sunrise tidaklah tunggal. Banyak pengunjung yang cukup melihat dari lokasi yang berdekatan dengan Pertigaan Dingklik, Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan.
Bagi yang mengaggap perjalanan ini darurat, maka shalat di tempat terbuka, di jalan atau di lokasi ‘nonton bareng’ sunrire sudah dianggap cukup. Cara bersucinya pun menggunakan kaidah darurat ketika tiada air, tayamum.
Meski ada beberapa toilet umum, tapi antreannya cukup panjang. Yang khawatir kehilangan momen indahnya sunsire di pegunungan, maka fikih darurat itu dimainkan.
Tapi tantangan menegakkan shalat subuh secara normal di sekitar Pertigaan Dingklik kini sedikit teratasi. Seperti yang PWMU.CO alami saat menjadi bagian dari ribuan peserta ‘nonton bareng’ matahai terbit itu, Selasa (26/12/17)
Awalnya bingung juga mau shalat di mana? Soalnya hati kecil mengatakan bahwa ini belum dalam kondisi darurat tiada air. Tapi, setelah selidik punya selidik, akhirnya ketemulah solusi itu: Warung Bromo Muslim.
Ternyata, selain menjajakan aneka makanan dan minuman, warung tersebut juga menyediakan ruangan 2×2 meter untuk shalat. Di sediakan pula tempat wudhu di depan warung.
Karuan saja, warung itu menjadi jujugan pengunjung yang ingin shalat subuh secara ‘normal’. Karena itu suasananya ramai oleh peziarah. Baik karena sekadar nunut shalat, atau bertujuan ganda: shalat sambil pesan makanan-minuman penghangat.
Kepada PWMU.CO, Bu Afa—pemilik warung itu, mengaku senang bisa menyediakan tempat shalat lengkap dengan tempat wudhunya.
Bahkan dia berencana melebarkan ruangan shalat dan membangun tempat wudhu yang lebih memadai di belakang warung.
“Doakan, semoga niat saya ini segera terwujud,” ungkapnya. Bu Afa mengaku bahwa warungnya adalah satu-satunya yang dimiliki warga Muslim. Karena itu dia menamakannya Warung Bromo Muslim.
Apakah penamaan itu menyangkut strategi bisnis untuk menggaet pengunjung sebanyak-banyaknya?
Sepertinya itu tak jadi soal bagi pengunjung. Yang jelas, mereka merasa dibantu oleh Bu Afa dengan kerelaanya menyediakan tempat shalat dan wudhu.
“Semoga barakah,” ucapnya di akhir pertemuan. Insyaallah Bu! (Nurfatoni)