PWMU.CO-Agrobisnis banyak dikembangkan masyarakat sebagai produk unggulan desa. Salah satunya wisata agrobisnis belimbing di Desa Moyoketen Boyolangu Tulungagung.
Di musim liburan seperti pekan ini, Desa Moyoketen dibanjiri pengunjung. Mobil dan sepeda motor memenuhi jalan desa parkir di depan kebun-kebun belimbing milik warga.
“Dahsyat rasanya bisa memetik belimbing dan menikmati rasanya yang manis segar di kebun. Beramai-ramai lagi, ” ujar Mikail yang datang berombongan dengan saudaranya dari Surabaya.
Belimbingnya besar-besar, kata dia bercerita baru pertama kali memetik buah di kebun seperti ini. Setelah memetik belimbing kemudian ditimbang harganya Rp 9.000 per kg. Satu kilogram berisi 3-4 buah. Harga ini bervariasi ada yang Rp 10 ribu per kg.
Kebun yang ramai pengunjung adalah milik Mulyono. Dialah perintis tanaman belimbing di desa ini sejak 30 tahun lalu. “Dulu saya pilih menanam belimbing karena perawatan dan penjualannya mudah dibanding tanam padi yang harus membajak sawah,” ujar Mulyono ditemui di kebunnya.
Baca juga: Di Jordan ada Kota Petra, di Bangkalan Ada Goa Pote Bukit Jaddih
Belimbing itu dia tanam di belakang rumah sekitar seratus batang. Jenis belimbing besar. Delapan bulan kemudian sudah bisa panen. “Belimbing bisa dipanen setahun empat kali. Balik modal setelah dua tahun,” ujarnya.
Perawatan dengan memberi pupuk dan membungkus plastik tiap bakal buah agar tidak dimakan serangga. Buah tidak dibiarkan bergerombol pada satu tangkai. Tiap tangkai dibatasi jumlah buahnya dua atau tiga agar belimbing jadi besar.
“Hasil panen itu dahulu saya jual ke toko dan pasar buah atau ada pedagang yang datang,” katanya.
Ketika dia sukses tanam belimbing, para tetangganya ikut menanam hingga satu desa. Maka terkenallah Desa Moyoketen sebagai produsen belimbing di Tulungagung hingga kini.
Mulyono kemudian meluaskan kebun dengan menyewa tanah desa di depan rumahnya. Sekarang luas kebunnya sekitar seperempat hektare.
“Saat terkenal sebagai desa belimbing, banyak kunjungan pejabat dan petani studi banding ke sini,” kata dia bercerita. “Lama kelamaan desa ini menjadi wisata agrobisnis belimbing sejak 1992,” tuturnya.
Sekarang, sambung Mulyono, stok panen belimbing habis dibeli pengunjung yang ingin merasakan sensasi memetik buah dan menikmati segarnya belimbing di kebun.
“Tidak ada lagi stok dijual ke toko buah. Bahkan musim liburan akhir tahun ini semua kebun di desa sudah habis belimbingnya karena dipanen pengunjung yang datang sangat banyak,” paparnya.
Musim panen berikutnya, sambung dia, bulan Februari-Maret di kebun depan rumah yang sekarang baru muncul buahnya.
Karena sejak awal tidak dirancang sebagai tempat wisata agrobisnis, maka belum tersedia tempat parkir mobil dan bus. Di musim liburan, jalan desa dipadati mobil. Bus harus parkir di ujung desa, penumpangnya jalan kaki memilih kebun mana yang giliran panen. (sgp)