
PWMU.CO – Mencermati perkembangan agama di dunia diperkirakan Islam akan menjadi satu-satunya agama yang mengalami pertumbuhan paling cepat mulai tahun 2050. Selanjutnya, Islam diprediksi akan menjadi agama terbesar pada tahun 2070.
Nantinya, negara dengan populasi Umat Islam paling banyak adalah India. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pew Research Center. Hasil penelitiannya telah dirilis BBC pada 2017 lalu.
“Di satu sisi kita bergembira. Namun, di sisi lain kita sedih karena prosentase jumlah umat Islam di Indonesia mengalami penurunan. Bila di awal kemerdekaan diperkirakan prosentase umat Islam 95 persen. Namun, kini diperkirakan turun jadi 87 persen,” ungkap H Muhammad Jazir Asp, Ketua Dewan Syuro Takmir Masjid Jogokariyan Yogyakarta.
Menurunnya populasi umat Islam di Indonesia itu, menurut Ustadz Jazir—panggilan akrabnya—dikarenakan banyak takmir masjid kurang bisa merawat umat dengan baik. “Masjid kita selama ini hanya sebatas melafalkan adzan. Belum mengundang umat,” ujarnya dalam Pengajian Ahad Pagi, di Gedung Muhammadiyah Gresik, (7/1/18).
Baca Sabda Nabi tentang Tanah, Batu, dan Pohon-Pohon yang Beristighfar
Padahal, lanjut dia, fungsi masjid di masa awal-awal perkembangan Islam tidak hanya sebagai tempat ibadah, tapi juga berfungsi sebagai kontrol sosial. “Menara masjid di samping sebagai tempat mengumandangkan adzan juga bisa digunakan untuk mengawasi kondisi masyarakat sekitar. Kalau-kalau ada orang yang membutuhkan bantuan,” paparnya.
Ustadz Jazir pun menyontohkan masa Khalifah Umar Bin Khatab. “Ketika sedang di atas menara mengawasi kondisi masyarakat sekitar, dia melihat ada sebuah rumah yang dapurnya masih menyala. Maka ditemuilah sang pemilik rumah, yakni seorang Ibu beserta anak-anaknya. Sambil menyembunyikan identitas dirinya, dia menanyakan apa yang sedang dilakukan oleh sang ibu tadi,” tutur dia.
Ternyata, lanjutnya, ibu itu sedang merebus batu. Ini dia lakukan karena tidak punya apa-apa yang bisa dimakan. Sedang yang ia lakukan dengan merebus batu hanyalah untuk mengelabuhi anak-anaknya saja. Supaya mereka tidur.
“Melihat kondisi ini Umar berkata dalam dirinya: celaka Umar, punya umat yang sedang menderita. Menangislah Ia sendiri. Kemudian, Ia berlari ke Baitul mal. Menggedor pintunya yang pada waktu itu dijaga Abu Hurairah,” imbuhnya.
Kebetulan waktu itu, sambung Jazir, Abu Hurairah sedang mengerjakan shalat malam. Diambillah sekarung gandum oleh Umar. Dipikul sendirian untuk diberikan ke ibu dan anak-anaknya yang kelaparan tadi. “Ibu yang menerima berkata, bila yang dilakukan Umar seperti ini maka tidak ada orang yang kelaparan,” cerita Jazir.
Baca juga Dulu, Kata Panglima Sudirman, “Cukuplah Pemimpin yang Menderita”, Kini …
Menurutnya, dalam cerita itu dapat dipetik pelajaran bahwa untuk mengatasi persoalan sosial seperti kelaparan, kefakiran dan kemiskinan perlu dihadapi secara berjamaah. “Tidak dalam shalat saja kita berjamaah. Karena dengan berjamaah maka kita punya kekuatan. Ada tangan-tangan Allah yang membantu kita,” ulas Jazir, meyakinkan jamaah pengajian.
Hal ini seperti yang dilakukan di awal-awal berdirinya Muhammadiyah. Ketika KH Ahmad Dahlan mengetahui guru yang mengajar di sekolahnya sudah tiga bulan tidak digaji, maka dibuatlah sebuah iklan yang isinya menjual perabot rumah. Seperti meja, kursi, lemari, dan perkakas lainnnya.
“Setelah iklan disebar berdatanganlah orang-orang yang berniat membelinya. Dan ternyata, orang yang bersedia membeli tidak membawa barangnya pulang. Namun, barang yang sudah dibeli tadi diberikan kembali lagi ke Yai Dahlan. Subhanallah,” ujarnya. (Zaidun/Ilmi)