PWMU.CO – Dua di antara mobil operasional dakwah yang ber-plat istimewa milik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim adalah Toyota Camry L 1 MH dan Toyota Vellfire L 1 MU. Tidak lama lagi, mobil L 1 MH yang dibeli tahun 2009 ini mungkin sudah tidak lagi mondar-mandir di acara Muhammadiyah. Namun, bagaimana pun kelahiran L 1 MH punya makna yang penting dalam kebangkitan ekonomi Muhammadiyah Jatim. Berikut adalah catatan Wakil Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PWM Jatim, Iman Supriyono, ST MM, tentang spirit L 1 MH.
Saat-saat pergantian menteri tahun 2009 ini, saya berada di Jakarta. Kebetulan ada seorang kawan yang menjadi tim salah satu menteri baru. Karena persahabatan, saya diundang untuk mengikuti dari dekat aktivitas team secara intensif.
Ada yang menarik dalam aktivitas mereka. Kendaraan operasional menteri dan teamnya adalah Toyota Fortuner dan Land Cruiser Cygnus. Fortuner memang “tidak terlalu mewah”. Tapi, tentu tidak ada yang menyangsikan kemewahan Land Cruiser Cygnus. Saya pun bertanya, mengapa harus memakai kendaraan semewah ini?
(Baca juga: Alphard, Mobilitas Dakwah, dan Muhammadiyah Madura)
Berdasarkan penuturan mereka, jawabannya ada pada dua pengalaman. Pertama adalah kinerja di jalan raya. Kendaraan harus bisa melaju dalam iring-iringan terkawal. Mobil yang kurang bagus sering kesulitan mengikuti laju rombongan. Kedua adalah masalah kebiasaan masyarakat. Untuk masuk sebuah lingkungan tertentu, terkadang masyarakat akan “melecehkan” mobil “murahan”. Untuk menghindarkan menteri dari “pelecehan” yang secara teknis bisa mengganggu ini, dibutuhkan mobil bagus.
Beberapa kawan pengusaha Persyarikatan di Surabaya berbisik-bisik saat kijang lama menjadi kendaraan operasional Ketua PWM Jatim. Kijang tidak representatif untuk pemimpin umat sekelas Ketua PWM, begitu mungkin dalam benak mereka. Maka, tidak perlu rapat serius. Bisik-bisik sudah cukup untuk mendatangkan Toyota Camry baru warna hitam dengan plat L 1 MH. Representatif untuk pemimpin umat. Tampil elegan, prima dalam kinerja.
(Baca: Grombolan Moehammadijah: Beda Zaman, Beda Rasa)
Para pengusaha adalah salah satu pilar pertama dari dua pilar kekuatan ekonomi Persyarikatan. Dalam sejarah pendiriannya, kaum pengusaha telah menjadi faktor penting. Itulah kisah masa lampau. Beberapa kawan pengusaha yang berbisik untuk sebuah Camry ketua PWM adalah kisah masa kini. Dulu berperan, kini apa lagi. Memang, sehari-hari para pengusaha bekerja keras untuk membesarkan usaha milik sendiri.
Sama sekali tidak ada milik Persyarikatan di sana. Tetapi, potensi itu kemudian dengan mudah diwujudkan sebagai penyokong Persyarikatan pada saat dibutuhkan. Zakat, infaq, shadaqah, atau donasi menjadi mekanisme yang tepat.
Pilar kedua adalah lembaga ekonomi milik Persyarikatan. Contoh dari pilar ini adalah rumah sakit, perusahaan aneka bidang, BTM, koperasi, sekolah, dan perguruan tinggi yang dimiliki oleh Persyarikatan atau organisasi otonomnya. Karena dimiliki olehPersyarikatan, maka pada dasarnya seluruh asetnya adalah milik Persyarikatan.
Untuk pilar pertama, majelis ekonomi dituntut untuk memiliki program dalam menumbuhkan jiwa entrepreneur pada generasi muda kader Persyarikatan. Bekerjasama dengan Majelis Dikdasmen dan Majelis Dikti, Majelis Ekonomi perlu membuat program untuk menyemaikan bibit entreprenur sejak bangku sekolah. Cara nya bisa dilakukan dengan mendesain bersama proses pembelajaran entrepreneurship dan memasukkan pada kurikulum formal yang ada.
Bukan hanya itu, program pembelajaran untuk memacu pertumbuhan entreprener baru juga bisa ditempuh dengan memberi pelatihan kepada para guru. Tujuannya adalah agar guru mampu memberikan proses pembelajaran entrepreneurship melalui hidden curriculum. Dengan model ini, apa pun mata pelajaran yang dibawakan oleh guru, akan selalu mengandung pembelajaran entreprenurship bagi para siswa.
Selanjutnya halaman 2…..