PWMU.CO – Kasus elegi tentang anak yang terlibat traficking di Surabaya diceritakan oleh Walikota Surabaya, Tri Rismaharini dalam Tanwir I Aisyiyah, (20/1). Saat menjadi narasumber Tanwir, Risma bercerita tentang sulitnya menutup lokalisasi di Surabaya.
“Ada anak yang berusia 14 tahun, tapi sudah jadi mucikari untuk anak yang berusia 16 tahun,” cerita Risma tentang salah satu alasan adanya program penutupan lokalisasi.
“Saya bahkan pingin mundur saja dari Walikota,” ceritanya tentang bagaimana beratnya menangani anak yang terlibat traficking. Sebab, dia harus menjadi jaminan agar sang anak tidak dipenjara oleh kepolisian.
“Meski berusia 14 tahun, tapi kalau tidak ada penjaminnya, anak itu ya tetap dipenjara,” cerita Risma. Anak-anak yang terlibat traficking, lanjut Risma, rata-rata terjadi di dunia hiburan.
“Saya kemudian menemukan, rata-rata anak yang sudah menjadi mucikari sejak usia bocah untuk teman sebaya itu tinggal di lokalisasi,” terang Risma.
“Dari situlah lahir program penutupan lokalisasi di Surabaya,” terang Risma dalam diskusi Panel bersama Komisioner KPU RI 2003-2008 Chusnul Mar’iyah, dan Pengamat Politik Prof Siti Zuhro.
Dalam periode kepemimpinan Risma sebagai Walikota Surabaya, salah satu prestasi besarnya adalah menutup berbagai lokalisasi di Surabaya. Termasuk lokalisasi legendaris di Indonesia, yaitu Dolly. (paradis)