PWMU.CO-Hari itu peserta Pendidikan Khusus Kepala Sekolah (Diksuspala) Muhammadiyah di Trawas dikumpulkan sesuai jenjang mengajar di sekolah. Di kelas pengajar SMA dibagi menjadi dua kelompok beranggotakan 12 orang. Kegiatan diadakan di lapangan terbuka dipandu dua fasilitator Dra Mas’ulah MA dan Dra Lina Listiana Mkes.
Setiap kelompok diberi tanah, kerikil, tiga bola sebesar bola tenis, dan enam bola pingpong. Fasilitator memberi instruksi semua benda itu harus bisa dimasukkan ke dalam toples sampai penuh. Maka bergeraklah semua anggota masing-masing kelompok berunding memilih benda-benda mana dulu yang harus dimasukkan ke toples.
Tiap kelompok memasukkan urutan benda hampir sama. Bola besar, bola pingpong, kerikil dan terakhir tanah. Hasilnya kelompok A menyelesaikan lebih cepat. Di kelompok B masih terjadi kebingungan. ”Waduh, toples tidak terisi penuh,” ujar Ira. Langsung toples diangkat lantas dia ambil dua genggam tanah di sekitar dimasukkan toples. ”Yeahh, toples sudah penuh,” teriaknya.
Baca juga: Serasa Tidur di Pesawat Star Trex, Peserta Diksuspala Menikmati Sensasi Capsule Room
Melihat itu kedua fasilitator tertawa sambil menegur, ”Menambah bahan selain yang diberi panitia melanggar aturan permainan.” Semua peserta tertawa melihat ulah itu.
Setelah dua toples terisi penuh, semua peserta duduk melingkar. Toples diletakkan di depan. Sesi berikutnya setiap kelompok diberi tugas memaknai pekerjaan memasukkan benda ke toples tadi.
Siswanto, peserta dari SMA Muhammadiyah 10 GKB, memaparkan, benda-benda yang dimasukkan ke toples tadi ada yang sulit dan mudah menempati ruang. ”Kita masukkan yang sulit menempati ruang toples terlebih dahulu. Jadi kita masukkan bola besar, bola pingpong, kerikil, yang terakhir tanah,” terang Siswanto. ”Ibaratnya, permasalahan besar harus kita dahulukan untuk diselesaikan daripada permasalahan kecil. Jika permasalahan besar selesai maka permasalahan kecil akan mudah terselesaikan,” sambungnya.
Lain lagi pendapat Slamet Riyadi dari MA Muhammadiyah 1 Malang. ”Toples ibarat sekolah yang harus memiliki visi jauh ke depan sehingga yang diisikan ke dalam toples yaitu bola besar dianalogikan sebagai visi, bola kecil sebagai misi. Sedangkan kerikil dan pasir adalah tujuan yang diharapkan dan sasaran sehingga semua itu dijadikan satu kesatuan yang menjadi karya besar,” kata dia menjelaskan.
Pemaknaan yang dilontarkan para peserta ini membuat fasilitator takjub. “Peserta Diksuspala kelompok SMA sangat luar biasa,” ujar Mas’ulah dan Lina. ”Membangun sekolah berarti membangun sesuatu yang besar. Harus punya visi disimbolkan bola besar. Kemudian diterjemahkan dalam misi yang dianalogikan dengan bola kecil. Kerikil ibarat tujuan sedangkan pasir adalah stragegi pencapaian tujuan yang harus mampu menggabungkan semua elemen,” tandasnya.
Permainan aplikatif ini merupakan lanjutan materi yang disampaikan Rektor Umsida Dr Hidayatulloh MSi tentang konstruksi pengembangan sekolah yang disampaikan di hari kedua, Selasa (23/1/2018). Permainan seperti ini menjadikan teori yang disampaikan mudah dipahami oleh peserta. (Puspitorini, Ria Desy)