PWMU.CO – Sejarah kemaritiman Indonesia tak lepas dari kisah yang tertuang dalam relief di Candi Borobudur. Pernyataan ini dilontarkan oleh Muslikh, Penanggungjawab Museum Kapal Samudera Raksa, Candi Borobudur, Magelang, Rabu (24/1/18).
Ditemui di sela memandu siswa SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Gresik, Pak Muslikh—panggilan akrabnya—menyampaikan pada masa pembuatan Candi Borobudur di abad ke-8, masyarakat nusantara (baca: Indonesia) melakukan pelayaran untuk perniagaan kayu manis dan rempah-rempah.
“Karena itulah di candi ada relief kultur masyarakat dalam perdagangan rempah-rempah dan agama Budha,” tuturnya sembari menunjuk film Borobudur di layar LCD besar.
Pria asli Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah ini mengungkapkan kisah Kapal Samudera Raksa tergambar dalam relief di lorong 3 sisi utara candi yang termasuk dalam 7 keajaiban dunia itu.
“Relief kapal itu menceritakan tentang kemaritiman dari abad 7 hingga 8.
Ada proses rakit dari awal sampai jadi,” ujarnya.
Ayah dua putera ini menjelaskan jalur yang ditempuh Kapal Samudera Raksa dikenal dengan nama Jalur Kayu Manis. Jalur ini digunakan sampai sekarang.
“Nenek moyang kita menggunakan jalur itu ke Afrika. Indonesia mengadakan Napak Tilas Jalur Kayu Manis untuk merasakan perjuangan masyarakat nusantara zaman dulu,” ungkapnya.
Untuk itulah, Presiden Megawati Soekarno Putri meminta As’ad Abdillah, warga Madura, Jawa Timur membuat kapal layar yang serupa untuk pelayaran napak tilas Indonesia-Afrika Barat.
“Inilah kapal replika itu. Kapal yang dibuat tahun 2002, dan digunakan berlayar untuk pertama dan terakhir kalinya pada Agustus 2003. Berangkat dari Pelabuhan Ancol, Indonesia dan berakhir di Pelabuhan Tema, Afrika Barat memakan waktu 7 bulan. Jadi, sampai di Afrika bulan Februari 2004,” paparnya.
Sementara itu Nur Mukhamad Berlian Gatot Jala Putra, siswa SDMM, mengungkapkam kebanggaannya pada maritim nusantara.
“Ternyata hebat ya nenek moyang kita. Nggak bisa bayangkan bagaimana rasanya berada di tengah laut dari Indonesia ke Afrika hanya dengan kekuatan layar,” kesannya.
Maritim berdikari! (Ria Eka Lestari)