PWMU.CO-Pengajian Ahad (28/1/2018) sore di Masjid an-Nur Muhammadiyah Sidoarjo sedikit beda. Pengajian rutin setiap habis maghrib itu kali ini diisi oleh dr Tjatur Prijambodo MARS. Materi yang dibahas tentang LGBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender).
“LGBT adalah takdir, bawaan sejak lahir, jargon ini sekarang digembar-gemborkan pejuang HAM. Apakah betul demikian?” tanya Direktur RS Siti Fatimah Tulangan mengawali pengajian.
Meminjam teori Henry L Bloom, kata Tjatur, sakit tidaknya seseorang ditentukan empat hal. Yaitu gen, lingkungan, peran pemerintah, dan lifestyle. “Pertanyaannya berapa besar pengaruhnya? Ternyata genetik 8 persen, lingkungan 12 persen, peran pemerintah 27 persen, dan yang tertinggi lifestyle 53 persen,” lanjut anggota MPKU PWM Jatim ini.
Baca Juga: Kata Ketua MPR, Baru 5 Parpol yang Tolak Tegas LGBT
Jadi, kata Tjatur menegaskan, tidak mungkin seseorang lahir sebagai LGBT jika pengaruh gen hanya 8 persen. Sementara lain-lainnya justru 92 persen. Apalagi hormon laki-laki 90 persen : 10 persen, sedang hormon perempuan 90 persen : 10 persen.
Lalu apa yang menyebabkan seseorang menjadi LGBT? “Faktor penentu biasanya kelahiran jenis kelamin yang tidak diharapkan. Lahir laki-laki tapi yang diharapkan perempuan atau sebaliknya lahir perempuan tapi lahir laki-laki. Maka mereka mendapatkan perlakuan tidak sesuai dengan jenis kelaminnya. Jadi pembentukan lingkungan membuat hormonnya bergeser. Laki-laki yang semula 90:10 jadi berubah yang dominan hormon perempuannya. Jadi lingkungan yang memiliki peran dominan, apalagi peran pemerintah memberi ruang seperti itu. Undang-undang, aturan, tontonan semua mengarahkan pada LGBT,” ujarnya.
Dari faktor-faktor yang dipaparkan di atas justru yang paling besar menjerumuskan orang pada LGBT, menurut Tjatur, adalah gaya hidup atau lifestyle. Biarpun lingkungan, pemerintah, genetika, berpeluang tapi gaya hidup bisa dikendalikan, maka LGBT tidak akan berkembang.
Selanjutnya Tjatur menjelaskan perbedaan LGBT dengan hermaphrodite. “LGBT itu berbeda dengan hermaphrodite. Kalau hermaphrodite memang kelainan, seseorang punya dua jenis kelamin yang tidak sempurna,” ujarnya.
Untuk menyelesaikan masalah hermaprodite ini, sambung dia, dokter akan melakukan tes hormonal untuk melihat hormon yang dominan. Baru diambil tindakan untuk menjadikan laki-laki atau perempuan.
Ia memberikan contoh LGBT yang dialami artis. “Ada dua artis yang satu sadar bahwa dia laki-laki menikah dan betul hormonnya laki-laki normal. Sementara yang satu tetap, lingkungan mendukung, kumpulannya para waria, akhirnya meninggal tanpa diketahui penyakitnya. Diduga terkena HIV AIDS. Ya karena komunitas LGBT itu yang paling tinggi sebagai pengidap HIV AIDS. Dulu memang PSK sekarang tidak lagi,” pungkas dokter Tjatur. (Ernam)